Ada diorama dan koleksi yang menunjukkan proses membuat jenang pada jaman dulu. Bahan jenang yang berupa garam diganti gula merah sehingga manis.Â
Proses memasak jenang pada jaman dulu tentu tak sama dengan masa sekarang. Saat itu peralatan masih sederhana. Ada lumpang, alu, juga ada wajan atau kuali besar untuk memasak dan tebokan atau wadah jenang. Mata rantai usaha jenang jaman dulu cukup panjang dan membuka banyak mata pencaharian, dari petani hingga pedagang yang mengiris-iris jenang dan menjualnya di pasar.Â
Koleksi berikutnya yang menarik dari museum ini adalah koleksi Gusjigang. Gusjigang adalah falsafah hidup yang diturunkan oleh Sunan Kudus, merupakan akronim dari Bagus, Ngaji, dan Dagang. Diharapkan seseorang bagus kepribadian dan spiritualnya, juga memiliki jiwa kewirausahaan. Rupanya Sunan Kudus selain seorang wali juga seorang saudagar.Â
Koleksi dan ruangan ditata elegan dan megah. Ada ruang trilogi ukhuwah, sosok ulama dari Kudus, dan puisi-puisi tentang Gusjigang. Trilogi ukhuwah yang dimaksud adalah persaudaraan sesama muslim, ikatan kebangsaan, dan ikatan kemanusiaan. Juga ada ruang Asmaul Husna, galeri Al-Quran, dan galeri kaligrafi. Â Ada mushaf dari daun lontar dan sebagainya. Â Wah koleksi yang menarik.Â
Kunjungan kami yang terakhir adalah menuju Museum Kretek dan Masjid Al-Aqsa Menarat Kudus atau yang umum disebut Masjid Menara Kudus. Lokasinya masuk ke dalam gang mengingatkanku saat berkunjung ke Masjid Ampel. Cerita tentang kedua situs ini akan kuceritakan di artikel berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H