Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lembar-lembar Kenangan di Kampung Halaman, Makanan Paling Berkesan

25 April 2023   23:02 Diperbarui: 25 April 2023   23:03 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku masih suka membeli dan menyantap apel Malang (dokpri) 

Tahu campur adalah makanan yang selalu kucari di kampung halaman. Untunglah penjual makanan asal Lamongan ini ada di dekat rumah. Makanan ini punya kuah dengan kaldu yang cokelat dan sedap. Ada campuran petis di dalam kuah sehingga rasanya unik. Di dalamnya terdapat potongan daging sapi berlemak, sawi hijau, potongan tahu, dan perkedel singkong. Kadang-kadang ditambahkan soun dan krupuk.

Makanan ini susah kutemui di Jakarta. Oleh karenanya jika ada kesempatan bertemu makanan ini di Malang, aku ingin menyantapnya. Kuahnya yang hangat dan sedap mengguyur kerongkongan. Daging yang empuk diselingi dengan sawi hijau yang segar, seperti menyerap rasa enek lemaknya.

Tahu campur yang sedap dan gurih (dokpri) 
Tahu campur yang sedap dan gurih (dokpri) 


Makanan kedua yang susah untuk kuhindari adalah bubur campur. Seperti namanya, bubur ini kaya rupa dan kaya warna. Ada warna cokelat, hitam, merah muda, hijau muda, dan putih. Warna cokelat dari grendul alias bijih salak. Hitam dari ketan hitam. Merah muda dari pacar cina. Hijau muda dari bubur sunsum. Dan, putih dari santan kelapa. Warna-warni dan aneka rasa itu dipadukan dengan kuah santan yang gurih. Setiap  warna mewakili rasa tertentu yang unik dengan tekstur tersendiri. Bubur yang sedap dan cukup mengenyangkan.

Setiap menyantap bubur campur aku terkenang dengan mendiang nenek. Nenek suka membawakan oleh-oleh bubur campur apabila ia ke pasar. Kami kemudian menyantap berdua di meja makan nenek, sambil bercerita keseharian.

Bubur campur yang menggoda selera (dokpri) 
Bubur campur yang menggoda selera (dokpri) 


Lagi-lagi aku susah menghindar dari makanan yang manis di Malang. Makanan masa kecil yang sering dibelikan mendiang tanteku adalah Puthu Lanang alias puthu celaket. Penjual kue putu dan teman-temannya itu sudah lama sekali hadir di kota Malang dan termasuk kudapan legendaris.

Ada kalanya aku dan tante berjalan kaki menuju penjual kue puthu tersebut. Kami kemudian bergabung dengan antrian yang panjang. Aku tak bosan menunggu karena bisa menyaksikan tangan-tangan yang lincah memotong-motong lupis, menata puthu, cenil, kelepon, dan lupis dalam daun pisang yang dipincuk, lalu diguyur parutan kelapa dan gula merah cair.

Kini harganya sepuluh ribu rupiah per porsi. Ukurannya besar tiap porsinya sehingga bisa disantap dua orang. Kue puthu yang harum pandan bersanding dengan lupis yang gurih. Cenil  yang kenyal kompak berpadu dengan kelepon yang memiliki kejutan lava gula merah ketika digigit. Sedap.

Sekarang harganya 10 ribu per porsinya (dokpri) 
Sekarang harganya 10 ribu per porsinya (dokpri) 


Makanan-makanan di kampung halaman tak pernah mengecewakan. Mereka menciptakan memori demi memori setiap aku menyantapnya. Kenangan-kenangan yang membuatku ingat akan kampung halaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun