"Konon adakalanya batas antara hal yang nyata dan sekadar khayalan itu sulit dibedakan."
Padang pasir membentang di layar. Terdengar helaan nafas seorang pria dewasa. Ia nampak berlari menerjang padang pasir yang begitu luasnya. Kamera dengan lincah terus bergerak, seolah-olah penonton ikut diajak berlari melintasi padang pasir.Â
Sebuah gambar pembuka yang impresif dari film berjudul Bardo, False Chronicle of a Handful of Truths.
Gambar-gambar berikutnya mulai membuat penonton limbung dan tercenung. Ada adegan persalinan. Ketika bayi berhasil dilahirkan, ada dialog yang aneh antara dokter dan si ibu. Si bayi ingin kembali ke rahim ibunya. Dan, bayi tersebut kemudian dikembalikan ke rahim si ibu.
Layar kemudian menunjukkan adegan di sebuah kendaraan. Ada ikan berwujud unik, axolotls, dalam wadah plastik lalu air tersebut bocor dan mulai membanjiri kendaraan.
Penonton kemudian diperkenalkan dengan pemeran utama. Ia adalah jurnalis dan sutradara dokumenter yang terkenal asal Meksiko, Silverio Gama (Daniel Gimnez Cacho). Ia tengah mengharap film berjudul False Chronicle of a Handful of Truths.
Visual yang Impresif dan Cerita yang Tak Mudah Dipahami
Film Bardo, False Chronicle of a Handful of Truths memiliki visual yang impresif sehingga tak salah bila film ini masuk ke dalam nominasi Oscar untuk kategori Best Cinematography.Â
Ada beberapa adegan yang bisa membuat penonton terkesima. Meskipun ada kalanya adegan-adegan tersebut terasa membingungkan, apakah betulan nyata, atau sekadar khayalan.
Dalam salah satu adegan, ada orang-orang yang tiba-tiba berjatuhan di jalan. Kemudian ada tumpukan mayat seperti melambangkan kejadian mengerikan yang pernah terjadi di Meksiko, tentang kejatuhan Aztec.
Namun gambar yang paling mengganggu adalah adegan bayi dimasukkan kembali ke dalam rahim. Bayi tersebut sempat muncul kembali di adegan lainnya.
Gambar-gambar lainnya yang janggal juga ada kaitannya dengan rasa bersalah yang disimpan oleh Silverio, tentang asal-usulnya, dan lainnya. Hal ini baru terungkap kemudian di bagian akhir film.
Bardo yang menjadi judul film yang rilis di Netflix ini juga bukan sembarang judul. Itu bukan nama karakter dalam film. Bardo seperti bisa diartikan kondisi seseorang yang baru meninggal dan akan memasuki kehidupan baru dalam tradisi Tibet. Ruhnya tak lagi terkoneksi dengan tubuh fisiknya, sehingga mengalami berbagai pengalaman yang tak biasa.
Penonton harus benar-benar bersabar karena film ini durasinya cukup panjang, 159 menit dan alurnya agak lambat. Untuk menemukan jawaban adegan-adegan film ini maka harus menunggu hingga film akan berakhir.
Film ini sendiri dibesut oleh Alejandro G. Irritu, sutradara asal Meksiko. Jika melihat cerita Bardo, maka ada kemungkinan secuil sosoknya ada dalam diri sosok Silverio. Sama-sama sutradara film dan seperti perasaan Silverio bahwa ia menduga filmnya dihargai karena ia berasal dari Meksiko dan untuk meredakan tensi antara Amerika Serikat dan Meksiko.
Alejandro G. Irritu sendiri bisa dibilang salah satu sutradara dan penulis naskah yang ekselen. Ia telah menerima lima Oscar untuk film Birdman dan The Revenant. Jika melihat film Birdman dan Bardo, maka ada persamaan antara keduanya, sama-sama membahas tentang psikologi dan karakter utama kadang-kadang sulit membedakan hal yang nyata dan khayalan.
Film Bardo, False Chronicle of a Handful of Truths memiliki gambar-gambar surealis yang ganjil namun juga impresif. Ceritanya agak sulit dipahami, sehingga penonton harus bersabar hingga filmnya habis. Skor Film: 7/10. (Visual: 8/10, Cerita: 6/10)