Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Everything Everywhere All at Once", Imajinatif, Jenaka, dan Segar

25 Juni 2022   12:00 Diperbarui: 26 Juni 2022   15:06 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wah siapa tahu versi dirimu yang lain adalah batu (sumber gambar: IMDb) 

"You underestimate how the smallest decisions can compound into significant differences over a lifetime." - Alpha Waymond Wang

Konsep multisemesta (multiverse) mulai banyak disampaikan lewat film-film belakangan ini. Dalam konsep multisemesta, setiap keputusan melahirkan percabangan waktu dan versi lain dari seseorang. 

Konsep multisemesta juga menjadi sajian utama dalam "Everything Everywhere All At Once" (EEAAO), namun dikemas dengan jenaka, hangat, dan segar. Usai menonton, emosi kalian akan campur aduk.

Sentral dari cerita EEAAO adalah keluarga Wang. Cerita dibuka dengan pasangan suami istri pengelola binatu di Amerika, Waymond Wang (Ke Huy Quan) dan Evelyn Quan Wang (Michelle Yeoh). Mereka berdua sedang kalut. Mereka harus datang ke kantor pajak, sementara binatu juga perlu dijaga dan ayah Evelyn, Gong Gong (James Hong) akan datang dari China.

Sementara itu, putri semata wayang mereka, Joy Wang (Stephanie Hsu) mendadak datang sambil berupaya mengenalkan kekasihnya, Becky Sregor (Tallie Medel). Evelyn nampak tak suka dengan pilihannya. Ia makin kesal ketika melihat Joy memaksa untuk mengenalkan Becky ke kakeknya. Hubungan ibu dan anak pun makin merenggang.

Chaos pun menghampiri ketika Evelyn, suami dan ayahnya memasuki lift di gedung pajak. Tiba-tiba suaminya bertingkah aneh dan memberinya instruksi yang membingungkan. Ia berkata ia bukan suaminya, melainkan Alpha Waymond, Waymond dari semesta yang berbeda. 

Ia mengajarkan Evelyn cara lompat semesta dan mentransfer kesadaran ke semesta berbeda untuk mengunduh versi dirinya yang berbeda. Akan ada ancaman dari Jobu Tupaki yang bisa merusak seluruh semesta dan hanya Evelyn yang bisa menghentikannya.

Michelle Yeoh adalah bintang di sini (sumber gambar: IMDb) 
Michelle Yeoh adalah bintang di sini (sumber gambar: IMDb) 
Ulasan berikut mengandung sedikit spoiler!

Cerita yang Absurd, Kocak, Segar, dan Hangat
Kesanku terhadap film ini campur-aduk. Jalan ceritanya imajinatif namun agak absurd. Ada banyak adegan yang membuatku terpingkal-pingkal. Tapi ada juga adegan yang membuatku tersentuh. Campur aduk, all at once. Ini drama keluarga yang chaos, jenaka, dan begitu segar.

Konsep multisemesta dari film ini relatif mudah dipahami. Setiap keputusan menjadikan percabangan garis waktu dan melahirkan versi diri kita yang berbeda. Seseorang bisa mengakses kesadaran dan kemampuan versi dirinya yang lain dengan melakukan lompatan setelah melakukan hal-hal yang bersifat chaos untuk pemicunya.

Nah, bagian ketika melakukan lompatan semesta inilah yang menjadi sumber kekacauan dan juga kejenakaan. Apalagi ketika ada versi di mana manusia memiliki jari seperti sosis, menjadi boneka, bahkan menjadi batu. Hahaha aku puas tertawanya.

Yang paling bikin aku tertawa terbahak-bahak sekaligus sedih adalah parodi dari Ratatouille menjadi Raccacoonie. Bukannya tikus melainkan rakun yang memasak. Harry Shum Jr. yang menjadi chef yang dikendalikan si rakun juga apik memerankan sosok chef yang kikuk dan tak percaya diri memasak tanpa si rakun.

Memang ada isu LGBT di sini, namun karena rating usianya 17 tahun di Indonesia dan ada sensor jadinya tak mengapa. Di luar negeri kulihat ratingnya adalah 'R' karena ada unsur nudity, kekerasan, juga adegan dengan alkohol dan rokok.

Wah siapa tahu versi dirimu yang lain adalah batu (sumber gambar: IMDb) 
Wah siapa tahu versi dirimu yang lain adalah batu (sumber gambar: IMDb) 

Ensemble Cast yang Brilian
Michelle Yeoh adalah nyawa dari film ini. Di sini ia bisa menampilkan beragam versi dari Michelle Yeoh, dari ibu rumah tangga yang ketat ala tiger mom, perempuan jago bela diri, chef, penyanyi, hingga jadi sosok perempuan yang anggun seperti dalam filmnya, "Crazy Rich Asian". Penonton diberikan beragam wajah dari Michelle Yeoh.

Namun tak hanya Michelle Yeoh yang membuat penonton terkesima. Ada Ke Huy Quan sebagai Waymond yang juga lincah dan tangkas melakukan adegan bela diri. Di sisi lain ia juga menampilkan sosok suami yang nampak kalem dan penurut ke istrinya. 

Rupanya Ke Huy Quan dulu pada tahun 90-an cukup populer sebagai aktor Mandarin, namun kemudian lebih banyak berperan sebagai stuntman. Sejak tahun 2020-an ia mulai kembali berakting.

Namun favoritku di film ini adalah James Hong. Ia aktor Mandarin yang laris di film Hollywood. Ia telah tampil di 650-an film. Di film ini ia menjadi kakek yang kocak tapi di sisi lain juga tangkas sekaligus menyeramkan.

Visual dan Musik yang Mendongkrak Suasana
Film ini memiliki beragam semesta sehingga latar lokasinya ada di berbagai tempat, dari tempat-tempat antah berantah hingga tempat seperti tebing di Grand Canyon. Daniel Kwan dan Daniel Scheinert berhasil menghadirkan visual multi semesta yang unik. 

Mungkin CGI-nya tidak sewah "Doctor Strange", namun perpaduan warna yang vibrant dan nyaman di mata, kostum-kostum unik, juga koreografi pertarungan yang asyik adalah kekuatan dari film ini.

Koreografi pertarungannya memang patut diacungi jempol. Ini ibarat film Jackie Chan dan Stephen Chow tapi versi cewek. Ada saja ide Evelyn untuk menaklukkan lawannya.

Untuk musiknya, Daniels menggandeng Son Lux sebagai komposernya. Penempatan skoringnya pas dan berhasil mendramatisir adegan.

Omong-omong ini film keluarga yang hangat, kocak, dan chaos. Semua jadi satu. Sebelum tayang di Indonesia, film ini banyak dibahas oleh penggemar film mancanegara.

Nah, semalam aku iseng-iseng menyaksikan video musik dari band Foster the People yang dulu beken dengan tembang nya berjudul "Pumped Up Kicks". Kemudian aku menyetel lagu mereka berjudul "Houdini" Aku langsung jatuh cinta dengan video klipnya. 

Unik, imajinatif dan membuatku menyaksikannya berulang kali. Eh ternyata sutradara video musiknya adalah Daniel Kwan dan Daniel Scheinert. Rupanya duo ini juga dikenal sebagai sutradara video musik.

Ada belasan video musiknya yang telah kuidentifikasi. Semuanya cantik dan fresh. Coba cek video musik The Shins berjudul "Simple Song". Video klipnya seperti film keluarga yang kocak.

Ehm melihat video-videp musiknya dan juga teringat akan filmnya "Swiss Army Man" yang dibintangi Paul Dano, aku jadi paham bagaimana keduanya bisa meramu film "Everything Everyone All at Once" manjadi film yang menarik. Semuanya berkat pengalaman dan gagasan setahap-setahap.

Mungkin quote dari Alpha Waymond di atas dan di bawah ini juga berasal dari pengalaman keduanya.

"Every Rejection, Every Disappointment Has Led You Here To This Moment" --- Alpha Waymond.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun