Tahun ini kami tak lagi berlebaran dengan ayah. Ada sesuatu yang berbeda, beberapa tradisi keluarga sambut lebaran tak lagi kami lakukan. Lebih sederhana, yang penting kami berkumpul bersama keluarga.
Dulu ayah gemar sekali menabung di celengan ayam. Setiap malam lebaran, celengan itu pun dipecah. Ada kalanya cuma dilubangi bagian bawahnya.
Uang dari celengan itu kemudian kami hitung bersama dan oleh ayah dibagikan kepada kami bertiga. Tapi ketika kami sudah besar, uang tersebut digunakan untuk tambahan jika ada pengamen atau pengemis yang datang ke rumah.
Sejak beberapa hari jelang lebaran, waktu kami kecil, kami diminta ibu kerja bakti bersih-bersih rumah. Ibu mencuci tirai dan kami diminta untuk mengepel dan mengelap kaca. Rumah kami di Malang memang banyak jendela berkaca.
Mengelap kaca bagian ruang tamu adalah pekerjaan yang paling kami tak sukai. Selain ada begitu banyak kaca di sana, kami malu mengelap kaca di bagian sisi luar karena kelihatan oleh para tetangga. Kami was-was jika tetangga mengomentari kami. Akhirnya aku dan kakak suka main suit. Yang kalah yang mengelap bagian luar.
Kini kami hanya menyapu dan mengepel. Debu kami singkirkan dengan kemoceng.
Untuk hidangan lebaran, dulu kami memasak bersama. Bikin lontong, ketupat, telur petis, sayur labu, opor ayam, sambal goreng krecek, dan es podeng. Tapi kini sebagian kami pesan.
Untuk esnya akan kami siapkan dadakan besok. Telur petis dan sambal kreceknya baru kami masak nanti selepas Isya. Saat ini kami hanya membuat es batu untuk besok.
Ya, kini kami lebih santai menyiapkan lebaran. Keponakan kami yang masih begitu antusias menyambutnya.
Kini aku asyik menata-nata kue lebaran. Kue-kue lebaran mana yang akan kami taruh di ruang tamu dan mana yang akan kami sediakan di ruang tengah.
Ibu punya banyak koleksi wadah kue. Biasanya tiap tahun temanya berganti. Ayah yang suka membelikannya. Tapi sejak beberapa tahun lalu, ibu lebih suka membiarkan kue kering di wadahnya tanpa dipindahkan lagi ke wadah-wadah lucu.
Padahal dulu itu selalu menjadi tugasku. Usai Maghriban, aku akan menata kue-kue di wadah dengan bersemangat. Kue-kue yang tak muat di wadah pun kumakan. Yang bentuknya cacat juga kumakan. Aku jadi bisa icip-icip sebelum waktunya.
Usai menata kue di rumah maka aku juga membantu menata kue di rumah nenek. Kue-kue nenek sebagian berbeda dengan yang di rumah, sehingga aku juga berkesempatan icip-icip kue nenek yang berbeda.
Setelah nenek meninggal dan kemudian ayah meninggalkan kami, aku tak punya banyak pekerjaan menyiapkan lebaran apabila pulang kampung. Apalagi belakangan ibu lebih suka pesan makanan, khususnya lontong dan ketupatnya.
Menyiapkan Angpau untuk Galak Gampil
Yang tak kalah penting adalah menyiapkan angpau buat para keponakan dan juga buat anak tetangga yang datang. Kakak memberikanku amplop warna-warni buatannya. Amplop ini siap diisi.
Pasangan sendiri sudah menukarkan uang ke bank berupa uang lima puluh ribu dan sepuluh ribu baru. Nantinya uang ini tinggal diisikan ke amplop-amplop. Kami juga sedia uang cadangan agar sewaktu-waktu jika ada anak dari kampung lain ingin 'galak gampil' alias berburu angpau, mereka tak kecewa.
Tradiis ini sudah berlangsung lama. Istilah galak gampil berasal dari dua kata galak dan gampil. Galak itu maknanya sama dengan makna dalam bahasa Indonesia. Sedangkan gampil itu mudah. Maknanya saat lebaran orang-orang yang galak mudah diambil hatinya untuk memberikan angpau.
Besaran angpau galak gampil ini tak ada standarnya. Mungkin tahun ini minimal Rp10 ribu untuk anak-anak yang tak dikenal atau dari kampung lain.
Kodenya itu juga sama. 'Lik, galak gampil'e". Sayangnya sudah tak banyak tamu-tamu galak gampil dari kampung lain yang singgah ke rumah kami. Mereka biasanya punya semboyan, pantang pulang sebelum dapat angpau.
Aku dulu juga pernah menjadi pelakunya. Hanya sekali karena ikut-ikutan kakak. Lalu kapok karena malu, kakak dan teman-temannya rupanya konsisten tak akan beranjak pergi sebelum dapat angpau.
Itu pengalaman berburu angpau yang berkesan.
Selamat bersiap-siap lebaran. Mohon maaf lahir dan batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H