Pada masa perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang, segenap lapisan masyarakat ikut berjuang. Tak terkecuali para ulama dan kaum santri. Ada yang ikut berjuang  dengan senjata, namun ada pula yang memilih menggunakan strategi diplomasi. Kisah perjuangan santri yang dipimpin oleh K. H. Hasyim Asy'ari ini tersaji dalam film berjudul "Sang Kiai".
Cerita bermula dari pendudukan Jepang. Pihak Jepang memaksa rakyat untuk menghormat kepada matahari (sekerei). Mereka yang menolak akan ditangkap atau disiksa. Salah satu ulama dan tokoh besar yang menolak keras sekerei karena tidak sesuai dengan akidah Islam adalah K.H. Hasyim Asy'ari (Ikranagara). Ia pun ditangkap.
Para santri Tebuireng pun marah melihat guru dan ulama mereka ditangkap. Dipimpin oleh Harun (Adipati Dolken), mereka berdemo menuntut  pimpinan mereka dibebaskan. Namun yang terjadi, korban malah berjatuhan.
Aksi demo mereka sebenarnya sudah dilarang keras oleh putra K.H. Hasyim Asy'ari yakni K.H. Wahid Hasyim (Agus Kuncoro). Ia memilih menempuh jalan diplomasi untuk membebaskan ayahnya.
Bagian ini mengandung spoiler:
Ketika kemudian ayahnya bebas, Jepang meminta para ulama menyerukan warganya agar meningkatkan hasil bumi. K.H. Hasyim  Asy'ari terpaksa menyetujuinya demi keselamatan rakyat. Ia menyelipkan pesan tersebut di khotbah sholat Jum'at. Namun ternyata hasil panen tersebut harus disetor ke pihak Jepang, sementara lumbung beras banyak yang kosong.Â
Beberapa muridnya, termasuk Harun, merasa kesal karena mengira ulama mereka terlalu bersikap lunak kepada pihak Jepang.
Hingga suatu ketika Jepang kalah, Indonesia merdeka, dan kemudian Belanda bersama pasukan Sekutu kembali ke Indonesia. Ketika Presiden Soekarno mengirim pesan untuk meminta bantuan mempertahankan kemerdekaan, maka K.H. Wahid Hasyim menyerukan kepada barisan para santri di seluruh Indonesia untuk melakukan revolusi jihad, jihad membela tanah air. Dengan adanya seruan revolusi jihad itu para santri bersama rakyat pun tak gentar melawan sekutu.
 ***
Film "Sang Kiai" ini adalah film religi sekaligus film perjuangan yang membuatku tersentuh. Beberapa adegan membuatku terharu.
Di Jawa Timur dan daerah-daerah lainnya, sosok ulama memang sangat disegani di masyarakat. Ia adalah tokoh agama, guru, dan juga pemimpin di daerah tersebut. Ia menjadi teladan dan kata-katanya didengarkan oleh para murid dan warga sekitarnya.
Dari film ini kita bisa melihat bagaimana sosok K.H. Hasyim Asy'ari di mata murid dan warga sekelilingnya. Ia disegani dan dicintai. Ia bersama istrinya adalah sosok yang sederhana  dan tidak nampak mengekslusifkan diri dengan  orang-orang di sekelilingnya.
Ia juga seperti manusia biasa, juga ada kalanya  merasa cemas dan ragu. Di sebuah adegan, K. H. Hasyim Asy'ari nampak masygul. Ia was-was jika putusannya salah, karena bisa berdampak besar.
Di dalam film ini kita juga bisa melihat sosok K.H.Wahid Hasyim yang agak berbeda dengan ayahnya. K.H.Wahid Hasyim lebih modern, sedangkan ayahnya lebih konvensional. Namun, keduanya sama-sama berjuang, melakukan syiar agama Islam sambil ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Oleh karenanya keduanya pun kemudian mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Film "Sang Kiai" ini digarap apik oleh Rako Prijanto. Jalan ceritanya, dinamika ceritanya nampak digarap hati-hati dan telah menjalani riset sebelumnya. Pewarnaan dan sinematografinya juga menawan. Rasanya pantas film yang dirilis tahun 2013 ini meraih film dan sutradara terbaik di ajang FFI 2013.
Jajaran pemainnya juga berkelas.Ikranegara dan Christine Hakim menjadi pasangan suami istri yang disegani. Dialog yang menarik ketika K.H. Hasyim Asy'ari menghadiahkan kerudung. Si istri memilih mengenakannya di kesempatan  khusus, agar penampilannya tidak mencolok saat acara istimewa kedua santrinya.Â
Adipati Dolken di sini juga berakting maksimal sebagai Harun, santri yang temperamental. Ia mendapatkan piala Citra sebagai pemeran pendukung pria terbaik.
Oh iya ada kemunculan beberapa tokoh penting di film ini. Ada K.H.Mas Mansyur, K. H. Wahab Abdullah, Â K.H.Yusuf Hasyim, Gus Dur kecil, dan Brigadir Mallaby.
Omong-omong revolusi jihad yang diserukan K. H. Hasyim Asy'ari untuk mempertahankan kemerdekaan RI, pada 22 Oktober 1945 kemudian menjadi cikal bakal Hari Santri Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H