Film "Sang Kiai" ini adalah film religi sekaligus film perjuangan yang membuatku tersentuh. Beberapa adegan membuatku terharu.
Di Jawa Timur dan daerah-daerah lainnya, sosok ulama memang sangat disegani di masyarakat. Ia adalah tokoh agama, guru, dan juga pemimpin di daerah tersebut. Ia menjadi teladan dan kata-katanya didengarkan oleh para murid dan warga sekitarnya.
Dari film ini kita bisa melihat bagaimana sosok K.H. Hasyim Asy'ari di mata murid dan warga sekelilingnya. Ia disegani dan dicintai. Ia bersama istrinya adalah sosok yang sederhana  dan tidak nampak mengekslusifkan diri dengan  orang-orang di sekelilingnya.
Ia juga seperti manusia biasa, juga ada kalanya  merasa cemas dan ragu. Di sebuah adegan, K. H. Hasyim Asy'ari nampak masygul. Ia was-was jika putusannya salah, karena bisa berdampak besar.
Di dalam film ini kita juga bisa melihat sosok K.H.Wahid Hasyim yang agak berbeda dengan ayahnya. K.H.Wahid Hasyim lebih modern, sedangkan ayahnya lebih konvensional. Namun, keduanya sama-sama berjuang, melakukan syiar agama Islam sambil ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Oleh karenanya keduanya pun kemudian mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Film "Sang Kiai" ini digarap apik oleh Rako Prijanto. Jalan ceritanya, dinamika ceritanya nampak digarap hati-hati dan telah menjalani riset sebelumnya. Pewarnaan dan sinematografinya juga menawan. Rasanya pantas film yang dirilis tahun 2013 ini meraih film dan sutradara terbaik di ajang FFI 2013.
Jajaran pemainnya juga berkelas.Ikranegara dan Christine Hakim menjadi pasangan suami istri yang disegani. Dialog yang menarik ketika K.H. Hasyim Asy'ari menghadiahkan kerudung. Si istri memilih mengenakannya di kesempatan  khusus, agar penampilannya tidak mencolok saat acara istimewa kedua santrinya.Â
Adipati Dolken di sini juga berakting maksimal sebagai Harun, santri yang temperamental. Ia mendapatkan piala Citra sebagai pemeran pendukung pria terbaik.
Oh iya ada kemunculan beberapa tokoh penting di film ini. Ada K.H.Mas Mansyur, K. H. Wahab Abdullah, Â K.H.Yusuf Hasyim, Gus Dur kecil, dan Brigadir Mallaby.
Omong-omong revolusi jihad yang diserukan K. H. Hasyim Asy'ari untuk mempertahankan kemerdekaan RI, pada 22 Oktober 1945 kemudian menjadi cikal bakal Hari Santri Nasional.