Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Apakah Kompasiana Baik-baik Saja? (3)

28 Desember 2021   18:45 Diperbarui: 28 Desember 2021   18:51 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sesuatu yang unik akan lebih berkesan (sumber gambar: pixabay.com/Gerd Altmann)

Quora mulai masuk 20 besar social platform yang digemari secara global (sumber gambar: Hootsuite.com)
Quora mulai masuk 20 besar social platform yang digemari secara global (sumber gambar: Hootsuite.com)

Aku dulu sekitar tahun 2019 hingga awal 2020 aktif di Quora Indonesia. Tapi kemudian pertanyaan yang diajukan semakin banyak dan kewalahan. Akhirnya berhenti dan hanya jadi pembaca.

Yang berikutnya adalah Medium. Ia didirikan oleh Evan Williams Agustus 2012 dan Medium berbahasa Indonesia sepertinya mulai dikenal antara tahun 2018-2019. Platform ini mirip dengan Kompasiana. Gaya bahasanya serius, santai, dan kajiannya mendalam. Oleh karenanya aku berani bilang pesaing Kompasiana dari kualitas konten adalah Medium.

Yang menarik dari Medium, ia tampilannya sederhana. Nyaman untuk membaca di sini. Topik-topik tentang teknologi di sini dikemas enak dibaca dan cukup mendalam. Uniknya, ada beberapa perusahaan yang menjadikan aktivitas menulis di Medium sebagai sarana naik gaji atau naik pangkat. Kalau belum membagikan ilmunya di Medium, maka poin atau syarat untuk naik gaji atau naik pangkatnya belum tercapai. Hehehe itu ide yang menarik.

Oh iya Medium punya keanggotaan premium dengan benefit yang menarik. Jika kubaca (aku belum pernah menulis di sana), penulis yang menjadi anggota premium akan berpotensi mendapatkan pundi-pundi uang dari tulisannya yang terpilih menjadi konten premium. 

Kesimpulannya...

Kompasiana bebas memilih. Apakah mau bertahan dengan gayanya sekarang, membidik pangsa anak muda dengan konten yang begitu-begitu saja, namun konsekuensinya akan bersaing-saing dengan berdarah-darah. Sungguh melelahkan. Atau bisa memilih strategi berupa blue ocean, menciptakan tren tersendiri dengan tetap mempertahankan keunikannya.

Sebentar lagi Pemilu lho, artikel politik pasti banyak dicari. Jangan salah anak muda juga suka artikel ekonomi dan investasi yang mendalam ala Kompasiana. Artikel tentang kehidupan juga tak sedikit dicari.

Mendapatkan informasi masih menjadi tujuan utama berinternet. Jadinya konten Kompasiana masih relevan (sumber gambar: Hootsuite.com)
Mendapatkan informasi masih menjadi tujuan utama berinternet. Jadinya konten Kompasiana masih relevan (sumber gambar: Hootsuite.com)

Apabila ingin menciptakan tren tersendiri, selain ATM maka juga bisa membaca mengamati interaksi anak muda dengan internet. Gaya gen Z dalam mengakses internet berbeda dengan kelompok usia di atasnya. Ia lebih visual seperti kata Bu Dee Daevenaar di kolom komentar di artikel sebelumnya. Itu memang benar. Gaya visual seperti yang sudah diadopsi di akun Instagram Kompasiana itu sudah sesuai dengan minat anak muda, tapi sayangnya komunikasi tim medsos Kompasiana dengan audience masih belum bagus.

Tentang konten dan gaya interaksi anak muda bisa jadi penelitian oleh divisi Riset Kompasiana sehingga ke depan Kompasiana punya gaya sendiri dan syukur-syukur bisa jadi trendsetter. Bagaimana jika ada konten model komik, meme, atau karikatur? Atau konten-konten infografis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun