Selain mengurangi bepergian, yang bisa saya lakukan untuk mengurangi emisi karbon adalah bertanam dan mencoba hidup minimalis. Mengapa? Karena bertanam membantu untuk penyerapan karbon. Sedangkan dengan hidup minimalis, saya juga mencoba mengurangi jejak karbon.
Di lingkungan tempat tinggal kami diwajibkan menanam minimal lima tanaman, bisa dalam pot atau langsung di tanah halaman. Untuk hal ini sudah ada banyak tanaman yang saya tanam.
Dulunya kami juga punya pohon. Namun karena pohon mangganya sakit, maka kami terpaksa menebangnya. Kami pun hendak menggantinya dengan pohon mangga lainnya. Sementara kami saat ini bertanam di pot-pot, terutama tanaman hias. Selain mempercantik rumah, juga menjadi sumber oksigen dan penyerap karbon dioksida.
Lalu saya juga mencoba untuk hidup minimalis dengan berbelanja secukupnya, baik bahan makanan maupun lainnya, meski ternyata agak susah untuk melakukannya. Saya selalu sedih jika ada bahan makanan yang tak terpakai karena saya lalai. Akhirnya ia hanya menjadi kompos. Oleh karenanya saya mencoba untuk berbelanja makanan dan memasaknya secukupnya, agar tak terbuang.
Sampah-sampah bahan makanan, seperti kulit bawang, potongan sayur yang tak terpakai, dan kulit telur saya kumpulkan dalam komposter. Ia selama beberapa hari kemudian bisa menjadi pupuk cair.
Berkaitan dengan mencoba hidup minimalis ini, saya juga mencoba untuk tak banyak tergoda promo belanja daring. Hal ini dikarenakan belanja daring menambah kardus dan plastik. Berapa banyak energi dalam membuat plastik, begitu juga berapa banyak pohon yang ditebang untuk membuat kardus?
Memang sulit untuk hidup minimalis dan saya masih berupaya mencobanya. Kardus-kardus yang ada di rumah itu saya kumpulkan dan saya berikan ke petugas sampah untuk dijual oleh mereka. Sedangkan plastik pembungkus saya kumpulkan dan saya gunakan lagi apabila mengirim barang, sehingga tak terbuang sia-sia dan menjadi limbah.
Saya juga berupaya menghemat listrik. Rumah ada banyak bukaan, berupa jendela dan ventilasi. Sedangkan atap rumah lumayan tinggi sehingga hawa terasa segar dan tidak begitu panas. Dari pagi hingga sore hari saya tak menyalakan lampu rumah, cukup terang dari sinar matahari. Kami juga tak menggunakan AC, hanya kipas angin apabila hawa begitu gerah. Alhasil beban listrik kami juga tidak begitu besar.
Selain bertanam, berhemat listrik, dan mencoba hidup minimalis, kami juga mulai untuk mengadopsi pohon yang dilakukan oleh sejumlah komunitas dan perusahaan. Adopsi pohon ini juga diadakan di Gunung Halimun dan juga hutan-hutan di Riau. Hanya dengan Rp 50 ribu, masyarakat sudah mulai bisa mengadopsi pohon. Dengah demikian masyarakat juga terlibat dalam mendukung gerakan nol-zero emission.