Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Fiksi: Berlari Bersama Kucing

14 Agustus 2021   18:09 Diperbarui: 14 Agustus 2021   18:11 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berlari bersama Nero | dokpri

Aku mengedarkan mataku ke jalan gang depan rumah. Kutelusuri rumah dari rumah, juga tiang listrik di mana Nero biasa duduk melamun di sana. Tapi bayangan sosok kucingku tak ada. Ke mana ia? Ia seperti lenyap begitu saja. Aku merindukannya.

Sore ini aku tak bisa menahan rasa rinduku. Nero, kucingku, ke manakah dirimu. Tujuh tahun bersama Nero, bukan waktu yang singkat. Momen-momen bersamanya selalu kukenang.

Kutitipkan pesan ke kucing-kucing di halaman. Bilang ke Nero untuk segera pulang ya. Opal, kucing ala kucing Benggala, mengeong. Sepertinya ia paham kata-kataku dan meresponnya.

Malam ini aku hendak menutup jendela ruang tamu. Kudengar meongan yang kukenal. Lalu sesosok kucing oren muncul dari pintu kucing.

Itu Nero. Aku antara lega dan terkejut. Oh betapa senangnya melihatnya. Ia agak kotor dan kurus, namun ia tetap Nero kucingku.

Kuambil wadah makanan kucing dan kuisi dengan makanan kering kesukaannya. Juga kubuka satu sachet makanan kegemarannya. "Nero, ini salmon mackarel kesukaanmu."

Aku menyodorkan dua makanan kucing itu di depannya. Sementara tanganku menjangkau ke kepalanya. Aku ingin mengelus dan memeluknya. Seperti biasanya.

Tapi ia menghindar. Ia menatapku. Lalu ia berbalik, berjalan menuju pintu kucing. Ia berhenti menengok ke arahku. Seperti berkata, ayo ikut.

Aku tak paham. Tapi aku seperti terhipnotis dan mengikutinya. Aku buka pintu depan. Nero tetap melengang ke halaman dan menuju jalan depan rumah.

Nero, jangan pergi. Aku masih ingin bersamamu.

Aku tercenung dan melihatnya dengan santai melewati pagar. Di jalan ia berhenti menghadapku. Lagi-lagi seolah-olah berkata, ikuti aku.

Entah apa yang terjadi padaku. Aku seperti terhipnotis. Aku mengikuti Nero. Membuka gembok pagar dan berjalan mengikutinya.

Langit begitu penuh bintang. Lampu jalanan juga menyala sehingga jalan kompleks ini tak begitu gelap.

Aku berpikir apa yang akan kukatakan ke pos satpam di ujung. Berjalan malam-malam dengan seekor kucing. Aku hanya mengenakan celana dan baju tidur juga sandal jepit.

Nero suka menengokku. Ia seperti memastikan aku tetap bersamanya.

Oh Nero aku menyayangimu. Aku akan berjalan bersamamu hingga ujung kompleks ini. Lalu kembalilah ke rumah bersamaku.

Nero berhenti. Ia menghadapku lurus. Aku juga ikut berhenti. Lalu sepertinya aku mendengar kata-katanya di benakku.

"Jangan takut. Berlarilah bersamaku malam ini. Hanya malam ini."

Aku masih mencerna kata-katanya. Tapi, Nero keburu melesat. Ia berlari. Aku mengejarnya.

Aku tak peduli. Jalanan kompleks begitu sepi. Tak ada orang berjalan saat malam di situasi pandemi ini. Aku berlari.

Rasanya langkahku ringan. Aku tak kelelahan berlari. Angin malam yang berhembus membuatku tak berkeringat. Aku terus berlari.

Aku tak menemui satpam di posnya. Pos mungil itu nampak kosong.

Nero berbelok di pertigaan. Aku tahu di sana mengarah ke pemukiman warga yang jalannya menurun, menuju sungai. Eh Nero stop ini udah terlalu jauh.

Nero tak melambatkan lajunya. Kami berlari menuju jalan yang menurun. Pelan-pelan Nero, nanti kita bisa jatuh tergelincir atau menggelundung.

Nero tak peduli. Sepertinya Nero nampak lebih besar dan lebih bersih.

Kami terus berlari. Langkahku yang ringan seperti melayang. Oh tidak, aku tersandung, aku harus menyeimbangkan diriku.

Sebuah petir melintas. Aku terkejut. Kucari Nero. Ia tak ada di depan. Ia rupanya ada di sebelahku. Menguatirkanku.

Aku tak apa-apa, Nero.

Lalu aku terkejut. Sangat terkejut. Di mana aku sekarang? Jalan yang menurun mengarah ke pemukiman warga telah berubah. Ini kebun bunga dengan sungai yang mengalir di sisi kiri.

Seperti ini gambaran panorama yang kujumpai | sumber gambar: patreon.com dalam pinterest
Seperti ini gambaran panorama yang kujumpai | sumber gambar: patreon.com dalam pinterest


Aku bergetar. Antara ketakutan dan juga gembira. Pemandangan di sekitarku begitu menawan. Tapi bagaimana bisa aku ke sini dan bagaimana nanti aku kembali ke rumah.

Ada peri menyapaku. Hei ini seperti dalam dongeng fantasi yang sering kubaca. Ada peri dengan sayapnya yang mungil. Suaranya seperti burung, merdu dan nyaring.

Lalu ada jembalang, semacam liliput. Ia hanya mengintip dari balik semak-semak lalu kembali menghilang. Oooh ini menarik ini di mana?

Nero mendekatiku. Ia menaruh kaki depannya ke pundakku. Karena lemas dan tegang, aku masih jatuh terduduk. Ia berkata lewat pikiran. Jangan takut, kita akan terus berlari dan menikmati panorama sana-sini. Ini kesempatanmu.

Nero. Ia membiarkanku memeluknya. Neroku, aroma tubuhnya masih sama seperti dulu. Ia Nero yang kukenal. Nero yang pernah mencuri ayam kampung.  Nero yang pernah mencopet daging kurban yang baru kurebus. Nero yang manis dan nakal.

Yuk kita kembali berlari. Ia melepaskan diri dan kemudian kembali melesat.

Nero, tunggu aku. Bunga-bunga ini nampak lebih besar dan berwarna-warni. Peri-peri bunga nampak berayun-ayun di daun membawa ember kecil berisi madu. Ada sekelompok jembalang asyik berpiknik. Di bagian yang dekat sungai dan pohon besar, ada seekor kelinci mengenakan dasi kupu-kupu dan beruang madu bertopi tinggi menari-nari.

Indahnya.

Di depan adalah pohon-pohon yang rimbun. Aku cemas. Nero akan membawaku ke mana?

Kami masuk ke rimba. Pohon-pohon mulai menjarang. Kini pohon-pohonnya begitu tinggi dan tua. Seperti dalam kisah "The Lord of The Rings".

Ada kunang-kunang. Begitu banyak di sudut sana. Warnanya kuning dan juga ada yang ungu.

Kulihat faun yang membawa buku dan nampaknya hendak pulang ke rumah. Ia berjalan terburu-buru.

Di bagian hutan dekat pohon oak, ada Mr. Fox. Dandanannya rapi. Ia nampak ya baru pulang dari pesta.

Lalu kudengar suara seperti berbisik. Suara bergumam. Tidak suara mengobrol tapi jauh dan tak jelas.

Rupanya itu pohon-pohon yang berbicara. Aku tak takut dan menyapanya. "Permisi, selamat malam!"

Ini sebuah perjalanan malam yang fantastis. Aku berlari bersama seekor kucing. "Running with The Cat". Seperti judul lagu Aurora, "Running with The Wolves".

Ke mana Nero akan membawaku?

Di ujung hutan kutemui rumah-rumahan. Rumah dari bekas gerbong kereta. Isinya boneka. Ada boneka kelinci bernama Bun, boneka tikus Klik, dan boneka manusia bernama Yosi. Si boneka perempuan menyapaku dan mengajakku minum teh.

Ini rumah Yosi, Klik, dan Bun | sumber: Enid Blyton dalam dewipuspasari.net
Ini rumah Yosi, Klik, dan Bun | sumber: Enid Blyton dalam dewipuspasari.net


Aku memandang Nero. Ia mengangguk. Aku dan Nero menerima tawarannya.

Aku memasuki rumah bekas gerbong yang ditinggali tiga boneka tersebut. Perabotannya sederhana. Ada meja, bangku kecil, dan tiga ranjang yang terjajar rapi. Hanya ada itu, serta lemari mungil.

Boneka kelinci bernama Bun nampak senang mengobrol. Aneh. Aku paham kata-katanya. Ia bercerita tentang pohon ini dan gosip yang diketahuinya. Aku tak paham ceritanya. Ia bercerita tentang Faun yang suka menyantap roti isi seledri dan tomat tanpa berbagi. Jembalang di pohon willow yang suka menyembunyikan makanan dan sebagainya.

Lalu Nero mengajakku meneruskan perjalanan. Yosi dan kedua boneka, Bun dan Klik, ikut mengantarku ke luar rumah.

Di depanku hutan mulai sepi dan angjn terasa dingin. Ehm aku masih ingin di dalam rumah Yosi yang hangat.

Kuberbalik dan rumah di belakangku telah lenyap. Ah...pemandangan yang tadinya hutan juga berubah.

Nero...ini di mana lagi?

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun