Aku tak menemui satpam di posnya. Pos mungil itu nampak kosong.
Nero berbelok di pertigaan. Aku tahu di sana mengarah ke pemukiman warga yang jalannya menurun, menuju sungai. Eh Nero stop ini udah terlalu jauh.
Nero tak melambatkan lajunya. Kami berlari menuju jalan yang menurun. Pelan-pelan Nero, nanti kita bisa jatuh tergelincir atau menggelundung.
Nero tak peduli. Sepertinya Nero nampak lebih besar dan lebih bersih.
Kami terus berlari. Langkahku yang ringan seperti melayang. Oh tidak, aku tersandung, aku harus menyeimbangkan diriku.
Sebuah petir melintas. Aku terkejut. Kucari Nero. Ia tak ada di depan. Ia rupanya ada di sebelahku. Menguatirkanku.
Aku tak apa-apa, Nero.
Lalu aku terkejut. Sangat terkejut. Di mana aku sekarang? Jalan yang menurun mengarah ke pemukiman warga telah berubah. Ini kebun bunga dengan sungai yang mengalir di sisi kiri.
Aku bergetar. Antara ketakutan dan juga gembira. Pemandangan di sekitarku begitu menawan. Tapi bagaimana bisa aku ke sini dan bagaimana nanti aku kembali ke rumah.
Ada peri menyapaku. Hei ini seperti dalam dongeng fantasi yang sering kubaca. Ada peri dengan sayapnya yang mungil. Suaranya seperti burung, merdu dan nyaring.