Tapi aku paham dengan situasi tersebut karena di masyarakat sendiri masih ada kesan perempuan cocoknya bekerja di bidang administrasi dan keuangan, para pria yang mengurusi hal-hal teknis dan bekerja di lapangan. Padahal pria wanita sama-sama punya kesempatan bekerja di bidang-bidang tersebut.
Sisi plusnya bekerja di lingkungan dominasi pria, kita tak perlu terpaku pada penampilan. Asal rapi dan bersih. Lebih penting kemampuan daripada penampilan.
Hingga saat ini aku masih berkutat di bidang TI sebagai konsultan TI. Profesiku relatif belum umum di masyarakat awam, sehingga ada kalanya aku menyebutnya sebagai peneliti daripada mereka mengiraku bagian pemasaran.
Ya ada mirip-miripnya antara tugas konsultan dan tugas peneliti, hanya konsultan lebih berfokus ke proyek yang durasi pengerjaannya terbatas dan harus memberikan solusi yang sifatnya praktis, bukan sekadar teoretis.
Contoh tugas konsultan TI adalah menyusun cetak biru dan peta jalan TI sebuah institusi, atau melakukan tinjauan sebuah sistem, apakah perlu diperbaiki atau diganti, dan seperti apakah alternatif-alternatif penggantinya dan strategi perubahan sistemnya. Apakah perlu belanja hardware atau bisa memanfaatkan hardware yang eksis, atau cukup sewa cloud, dan sebagainya.
Wah sepertinya lain kali aku akan menulis tentang profesi konsultan TI ini dan keahlian apa saja yang perlu dikuasai. Siapa tahu ada yang tertarik berkarier di profesi ini.
Sejak sebulan silam aku memutuskan rehat sejenak dari proyek-proyek dan berfokus ke penelitianku hingga beberapa bulan mendatang. Apa rencanaku ke depan? Entahlah, mungkin tetap terlibat di proyek dan penelitian TI, atau mungkin menulis buku seputar TI.
Perempuan bekerja di lingkungan dominan pria ada sisi plus minusnya. Fokuslah ke sisi plusnya dan teruslah mengasah ilmu agar tetap kompetitif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H