Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Lulusan Teknik Informatika Kerja Jadi Wartawan? Bisa!

6 April 2021   17:00 Diperbarui: 7 April 2021   15:20 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami belajar teknik menulis, teknik wawancara, serta bagaimana jika ditugaskan di daerah konflik bersenjata. Minggu berikutnya kami mulai dilepas ke lapangan, namun setiap harinya seusai jam deadline, kami tetap mengikuti kelas hingga tengah malam.

Hari-hari itu sangat melelahkan. Kami belum dapat pos tetap dan belum punya jaringan narasumber. Setiap harinya aku kebingungan, aku harus mencari berita kemana hari ini. Target 2-3 berita yang dimuat bikin kelabakan setiap harinya.

Lalu aku mulai berkenalan ke calon-calon penyedia berita. Berkenalan dengan humas hotel, mal, dan tempat wisata. Aku juga berkenalan dengan para seniman dan sebagainya. Kata seorang rekanku, kami mirip SPG, hahaha benar juga sih. Tapi tak apa-apalah asal dapat kenalan dan berita.

Hampir dua minggu aku paceklik berita. Kadang-kadang dapat 2-4 berita tapi tak ada yang dimuat. Di sesi kelas malam, tulisan kami dibedah. Kami harus siap dengan kritikan yang tajam. 

Masa-masa percobaan ini sungguh keras. Sudah ada beberapa teman yang mengundurkan diri karena tak tahan dengan tekanan. Temanku dari satu jurusan sudah beralih pekerjaan ke yang 'lebih nyaman'.

Untungnya ngetiknya sudah pakai komputer bukan mesin tik jaman itu (sumber gambar Pixabay/Free-Photos)
Untungnya ngetiknya sudah pakai komputer bukan mesin tik jaman itu (sumber gambar Pixabay/Free-Photos)
Rejeki dari Liputan Kampung ke Kampung

Berkat liputan dari kampung ke kampung, kami pun kebagian rejeki. Anak-anak baru ditugaskan di sana. Acaranya rata-rata Jumat dan Minggu pagi pukul enam. Sejak habis Subuh aku bersiap untuk berangkat.

Aku suka dengan liputan dari kampung ke kampung. Aku jadi tahu lebih banyak tentang kota Surabaya. Di balik mal Tunjungan rupanya ada berbagai kampung yang warganya begitu guyup. Aku juga dijamu rawon yang super enak di situ. Di kampung-kampung dekat Dolly rupanya sangat bersih dan asri, rasanya begitu kontras dengan identitas yang melekat di daerah tersebut.

Aku mulai dapat berita. Setidaknya jika tulisan ditolak, fotonya masih nampang. Oh iya waktu itu aku masih menggunakan kamera SLR manual. Kamera digital masih mahal waktu itu. 

Alhasil aku belajar cara memasukkan roll film, memotong film tanpa lainnya terbakar, dan bagaimana memainkan rana. Kadang-kadang aku membawa kamera poket untuk cadangan. Sore harinya aku buru-buru ke bagian pencetakan foto. Untunglah kemudian uang tabunganku terkumpul dan aku bisa membeli kamera digital sehingga tak pusing dengan urusan foto.

Mulai Beradaptasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun