Pintu kucing itu yang kayak bagaimana sih? Pasangan bertanya. Aku bercerita bila pintu kucing itu seperti yang ada di film-film. Serius nih mau pasang pintu kucing? Aku mengangguk.
Dan jadilah pintu kucing dipasang. Karena kucing-kucing lebih suka masuk lewat pintu depan maka jadilah pintu kucing menyatu dengan pintu ruang depan. Bedanya, jika tamu pasti mengetuk pintu dahulu, sementara kucing-kucing kami tinggal nyelonong masuk.
Tak semua jasa pemesanan pintu mampu memenuhi permintaan kami. Tak sedikit yang bingung dengan maksud kami. Hei pintu kucing, seperti apa dan bagaimana memasangnya? Pasangan sibuk menjelaskan sambil membawakan pintu kucing yang sudah dibelinya.
Setelah pintu kucing dipasang, kucing-kucing di rumah malah bengong. Mereka bingung bagaimana cara bisa masuk keluar rumah dengan mudah. Dulu jendela rumah kami rusak, sulit ditutup, sehingga jadi sarana mereka keluar masuk rumah. Tapi kini jendela baru kami berteralis.
Nero, Mungil, dan Kidut bengong.
Aku pun lalu memberikan sosialisasi dan edukasi kepada para kucing. Kutunjukkan boneka masuk dan keluar dari pintu tersebut. Mereka masih belum paham.
Lalu kucoba tunjukkan langsung. Kidut yang paling kecil kugendong dan kutunjukkan bagaimana cara ia bisa menggunakan pintu kucing dengan bobot badannya. Eh ia meronta-ronta dan tak mau menyundul pintu dengan kepalanya.
Wah bagaimana ini?
Lalu pertolongan datang dari kucing nakal liar bernama Momo Hitam. Pengalamannya mungkin banyak dari hobinya keluar masuk rumah tetangga. Ia bisa masuk dari pintu kucing itu membuat kucing-kucing seperti takjub dengannya.
Berkat kucing liar tersebut lama-kelamaan kucing-kucing di rumah mau mencobanya. Kini mereka sudah lincah keluar masuk dengan menggunakan pintu khusus mereka. Aku tak perlu repot lagi bangun tengah malam jika mereka ingin bermain di luar.
Minusnya ada. Kucing-kucing liar juga rupanya pandai belajar. Begitu juga kucing tetangga.
Kadang-kadang pada saat malam-malam kudengar suara krauk-krauk kucing yang sedang makan makanan kering. Eh kucing tetangga masuk dan menyantap makanan kucing kami. Walah.
Lalu kami sediakan alas kaki yang sudah jelek di depan pintu kucing. Tujuannya biar mereka gosok kaki dulu sebelum melangkah ke dalam rumah.
Satu lagi yang jadi perhatian kami adalah soal bantal. Kidut dengan santainya menggunakan bantal kami untuk tiduran. Pasangan pun protes dan menyarankanku membelikan bantal kucing.
Eh rupanya ada saja yang jual. Ada bantal, selimut, alas, dan rumah-rumahan kucing. Wah kayak main boneka saja.Â
Teman menambahkan baju kucing ke daftar. Ia lebih maniak kucing daripada aku. Kucingnya sama sepertiku, jenis kucing kampung yang sama-sama kami pelihara sejak bayi.Â
Temanku punya beberapa setel baju kucing. Kucing-kucingnya kadang-kadang didandaninya. Ada baju ketika hawa panas dan baju untuk cuaca berangin. Hehehe gokil.
Dua bantal kucing sudah dipesan. Satu buat Kidut. Lainnya buat Mungil. Nero sudah jarang tidur di rumah.
Kuatur posisi bantal kucing di dekat mereka. Kidur hanya melihatnya, tidak tertarik mencobainya alas tidur empuk berbentuk donat itu.
Kugendong dan kupaksa taruh di atas bantal donat itu. Eh rupanya kekecilan. Kidut ternyata lebih besar. Ia kesal karena kupaksa dan lalu melengos. Ia diam-diam kembali berleha-leha di atas bantal manusia. Duh.
Ada kalanya manusia rela dan berbuat jauh buat kucing-kucing kesayangannya. Kalau dipikir-pikir merekalah sebenarnya majikan di rumah. Aku menyiapkan makanannya, membersihkan kotorannya dan menghujaninya dengan kasih sayang. Hahaha dasar kucing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H