Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"#Alive", Satu Lagi Teror Zombie dari Korsel

27 September 2020   08:37 Diperbarui: 27 September 2020   08:41 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joon-woo mencari suplay makanan (sumber: IMDb)

"Tetaplah berjuang untuk hidup"

Ketika melihat trailer film berjudul "#Alive" kupikir film ini kelanjutan dari "Train to Busan". Ternyata bukan, judul film sekuel "Train to Busan adalah Peninsula". "#Alive adalah film yang berbeda alias berdiri sendiri, meski sama-sama menceritakan teror zombie yang meluas.

Dikisahkan dalam film yang dibesut oleh
Cho Il-hyung ini seorang pemuda yang sedang sendirian di apartemennya. Ia bernama Oh Joon-woo (Yoo Ah-in) Ketika menengok ke arah jalan dari balkon, ia heran melihat ada sesuatu yang berbeda di sana. Nampak massa yang ketakutan.

Ada beberapa yang nampak agresif mengejar massa, lalu massa itu berubah. Mereka menjadi berkelakuan seperti zombie, menyerang manusia hidup. Demikian seterusnya. Zombie itu telah menjadi wabah dan teror.

Teror itu juga menyerang  lingkungan apartemen. Tetangga-tetangganya satu-persatu diserang dan berubah. Joon-woo memilih untuk tinggal dan bersembunyi di apartemennya. Hingga suatu ketika persediaan makanan dan airnya pun habis.

Lebih ke Bertahan Hidup
Meski temanya zombie, film "#Alive" ini lebih menonjolkan genre survival alias bertahan hidup. Joon-wo melakukan apa saja untuk bisa bertahan hidup di apartemennya.

Poin inilah yang membedakan "#Alive" dengan film sejenis. Si tokoh utama melakukan apa saja agar bisa bertahan hidup di apartemennya karena baginya tempat itu yang paling aman. Perubahan karakternya sedikit demi sedikit terlihat.

Ia lebih memilih bertahan di apartemennya (sumber: IMDb)
Ia lebih memilih bertahan di apartemennya (sumber: IMDb)

Alur film kemudian terasa lambat. Secara dramatis hadir adegan-adegan yang rupanya imajinasi Joon-woo. Sendirian dan ketakutan membuatnya seolah'olah berhalusinasi.

Meski filmnya lebih menonjolkan perjuangan hidup, tapi sebenarnya tidak banyak yang baru dalam film ini. Apalagi alurnya lambat sehingga film ini bisa jadi terasa datar dan agak menjemukan.

Memang kemudian ada perubahan di sepertiga terakhirnya. Ya lumayanlah, setidaknya membuatku jadi bertahan untuk menyaksikan film ini hingga tamat.

Poin plusnya, karena menunjukkan seseorang yang bertahan hidup dengan persediaan makanan dan peralatan elektroniknya, maka film ini juga terasa dekat dan lebih nyata. Rupanya sinyal, air dan jaringan telepon, juga memegang peranan penting dalam bertahan hidup. Pengetahuan seperti membuat radio sendiri juga dirasa penting.

Apalagi pada saat ini terjadi pandemi global dan beberapa negara melakukan pembatasan sosial di mana sebagian warganya was-was ke luar rumah dan mencoba bertahan hidup di rumah. Mereka pun saling menguatkan di media sosial.

Kejenuhan si pelaku utama dalam film ini sama halnya dengan yang kita rasakan saat pandemi dan memaksakan diri untuk tetap di rumah.

Yoo Ah-in piawai menampilkan  mimik dan sikap yang memerlihatkan rasa jenuh dan takut. Ia dominan berakting sendirian. Hal yang menguji kemampuan aktingnya.

Ada apa dengan cerita zombie?
Ada apa dengan tema zombie? "Alive" menambah deretan film zombie Korea yang sebelumnya diisi oleh "Train to Busan" dan film serial "Kingdom".

Karena penasaran aku pun ingin tahu lebih banyak tentang genre ini. "#Alive" dibuat berdasarkan film "Alone" yang dibesut Matt Taylor. Sosok zombie dalam film ini lebih mirip manusia. Ia nampak cerdik bisa mendeteksi manusia lewat suara dan indera penglihatan mereka.

Zombienya tetap aktif saat ada matahari (sumber:IMDb)
Zombienya tetap aktif saat ada matahari (sumber:IMDb)

Ia tak dorman saat siang hari dan juga menyantap manusia. Jadi ada manusia yang bisa jadi zombie tapi juga ada manusia yang jadi sasaran untuk disantap mereka.

Genre zombie di Korsel rupanya tak hanya ditemui dalam ketiga film tersebut. Ada begitu banyak, tapi yang sukses juga minim. Setelah melalui berbagai formula rupanya zombie yang disukai penonton Korsel adalah zombie yang khas Korsel tersebut, dengan cerita yang terasa dekat dengan mereka. "Train to Busan" menjadi awalan film zombie yang berhasil.

Zombie dalam film Korsel lebih dimaknakan sebagai penyakit misterius dan wabah. Hal ini jadi terasa dekat karena lokasi Korsel yang tak jauh dari China dan terancam oleh kasus MERS hingga Covid.

Skor: 7/10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun