Ah ternyata membuat nasi goreng sederhana itu tidak sesederhana yang terlihat.
Aku menguatkan tekad untuk belajar nasi goreng dari nenek.
Kurekam baik-baik jumlah bawang putih dan bawang merah yang digunakan. Kuperhatikan cabe merah dan jumlahnya, lalu sejumput terasi. Aku agak ragu menggunakan tomat. Tapi kemudian aku memotongnya dan kuulek.
Oh proses mengulek dengan bumbu sebanyak ini membuatku gentar. Ini porsi untuk sekitar 10 piring, tentu beda dengan yang biasa kusajikan untuk diriku sendiri. Bagaimana nenek melakukannya?
Aku menahan mata yang pedih karena bawang merah. Energiku rasanya tercurah ketika menggerus bumbunya. Tidak begitu halus. Masih kalah dengan nenek.
Nenek mencolek sedikit bumbu, menambahi sedikit gula dan lalu membantuku membuatnya lebih halus. Aku jadi malu.
Kini bumbu itu kutumis. Wanginya. Tapi aroma tajam cabe dari dekat juga terasa menusuk.
Nenek membantu menuang nasi ke wajan. Ia memintaku segera mengaduknya dengan bumbu agar merata. Ayo segera diratakan. Lagi-lagi tak mudah. Takut gosong, nenek mengecilkan api dan mengambil alih sodetan. Oh menyiapkan nasi goreng dalam jumlah besar perlu tenaga besar juga.
Aku menyantapnya. Enak. Seperti yang biasa dibuat nenek. Tak hanya soal komposisi bumbu dan tekstur nasi, juga perlu keahlian dan kelincahan tangan untuk membuat nasi goreng yang sedap.
Oh aku tak menganggap nasi goreng nenek sebagai nasi goreng sederhana lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H