"Mun, ada apa? Kok ngajinya tidak bersemangat?" Mumun malah cemberut dan uring-uringan.
"Mumun kenapa Bunda? Khalya bertanya ke ibunya.
Ibunya bercerita Mumun terus uring-uringan sejak sarung kesayangannya hilang. Ia sudah membantu mencarinya kemana-mana tapi sarung itu entah ke mana.
"Sampai saya belikan sarung via onlen, lebih bagus, baru, tapi anaknya tidak mau. Maunya sama sarung yang sudah buluk itu..."
"Itu sarung dari ayah, Bunda" Mumun kemudian menangis tersedu-sedu.
Ayah Mumun meninggal setahun lalu. Sarung itu merupakan hadiah bagi Mumun ketika ia sudah mampu menghafal Alif Ba' Ta'. Mumun sangat dekat dengan ayahnya. Setiap malam ia selalu tidur bersama sarung itu.
"Kalau sudah hilang lalu bagaimana, Nak? Anggap saja sarung dari ibu juga sama ajaibnya seperti sarung dari ayah," hibur sang bunda.
Khalya tertegun mendengar kata-kata ibu Mumun. Apakah Mumun paham maksudnya akan makna sarung ajaib?
Tiba-tiba Khalya merasa begitu lelah. Ia memutuskan untuk memeriksa anak didiknya lainnya pada minggu berikutnya.
***
Deni hari ini juga tidak seperti biasanya. Tapi sepertinya ia salah. Deni sudah bersikap lain sejak pandemi ini bermula. Apakah ia merasa bosan di rumah? Tapi ia anak orang kaya. Rumahnya besar dan semua mainan ada. Ia juga masih punya kakak meski usianya terbilang jauh.
Yang menerima video call dari Khalya adalah Marni, asisten rumah tangga keluarga Deni. Khalya tidak tahu alasan kenapa ART nya yang selama ini selalu menerimanya. Mungkin kakak dan ayahnya sibuk, terka Khalya.
"Deni, kenapa kok wajahnya muram seperti itu?"
Deni menggeleng.
"Deni lagi sakit? Kok tidak mau melihat Ibu?"