Sabbe satta bhavantu sukhitata
(Semoga semua makhluk hidup berbahagia)
Kawanku yang beragama Buddha menjawab ucapan selamat merayakan hari Waisak dari kami dengan sebuah kalimat yang tak kukenal. Aku bertanya akan maknanya. Kawanku yang lain menjawabnya. Rupanya artinya sungguh indah. Semoga semua mahluk hidup berbahagia.
Apa itu bahagia? Definisi bahagia itu tidak sama satu sama lain. Bahagia bisa jadi lawan dari samsara atau penderitaan. Tapi apa pula makna dari penderitaan?
Wah aku tidak hendak membahas sesuatu yang filosofis. Tapi memang pada saat ini sedang banyak orang-orang yang menderita dikarenakan pandemi Covid-19. Kehilangan kawan, sanak saudaranya karena penyakit ini atau sebab lainnya seperti kehilangan mata pencaharian.
Ketika membaca berita tentang orang-orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena tempat ia bekerja tutup atau rugi rasanya aku turut merana. Kabar itu terus mewarnai pemberitaan. Mereka pastinya berduka meskipun mereka mencoba untuk tabah.
Di negara lainnya satwa-satwa mulai kelaparan. Ada sebagian dari mereka yang selama ini sudah terbiasa dengan makanan dari manusia. Kini sebagian dari mereka yang masih kuat dan bertahan mencoba bangkit untuk hidup secara mandiri dari makanan yang disediakan oleh alam.
Bumi sedang memperbaiki kondisinya. Penghuninya juga sedang berjuang. Termasuk para manusia.
Ada banyak harapan yang dipanjatkan agar pandemi ini segera berlalu. Ayolah mari kita bersama untuk sementara waktu melakukan banyak hal di rumah, kecuali untuk pekerjaan dan aktivitas lainnya yang terpaksa harus dilakukan di luar rumah. Jangan lupa untuk berdoa agar musibah ini segera diangkat oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Bulan Ramadan disebut sebagai bulan yang penuh berkah. Ia merupakan bulan yang mustajab untuk berdoa. Barang siapa berdoa pada waktu-waktu yang mustajab disebutkan peluangnya besar untuk dikabulkan oleh Yang di Atas. Tentunya doa-doa yang bersifat kebajikan, Â dipanjatkan dengan tulus dan disertai ikhtiar.
Sama halnya dengan Ramadan, Waisak adalah hari yang suci, hari lahirnya sang Buddha. Sang Pencerah. Umat Buddha pada hari ini juga merayakan Waisak dengan berdoa secara khidmat di rumah.
Ikhtiar sudah dilakukan dengan adanya pembatasan sosial berskala besar, masyarakat lebih banyak tinggal di rumah, para ilmuwan bekerja keras menemukan vaksin, dan sebagian besar masyarakat memberikan donasi ke rumah sakit dan mereka yang terdampak oleh pandemi ini. Kini waktunya untuk berdoa. Siapa tahu pintu langit terketuk dan Tuhan akan mengabulkan permohonan umatnya agar pandemi ini segera sirna dan perekonomian kembali bangkit.
Aku pernah membaca dalam buku "The Celestine Propechy", "Secrets of Shambala", dan buku-buku lainnya karya James Redfield, berdoa adalah sinkronisasi pikiran, kemauan, dan harapan. Ketika antara yang kita pikirkan dan harapkan itu selaras maka akan hadir sinkronisasi. Doa juga merupakan energi. Ketika setiap orang berdoa hal yang sama yaitu misalnya pandemi segera berakhir maka akan muncul vibrasi energi dari hasil resonansi. Konon dari yang kubaca dari buku-buku tersebut dan buku lainnya, Tuhan melalui alam semesta akan memberikan respon terhadap kehendak dan keinginan yang kuat.
Momen Waisak dan Ramadan ini bisa menjadi sebuah titik agar kita tetap optimis mampu menghadapi musibah pandemi ini secara bersama-sama. Dengan pikiran dan niat yang positif, upaya yang kuat untuk mendukung PSBB dengan berdiam di rumah, serta berdoa dengan sungguh-sungguh, maka aku yakin pandemi ini bisa segera berlalu dan tidak berlarut-larut.
Selamat merayakan hari Waisak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H