Sama halnya dengan Ramadan, Waisak adalah hari yang suci, hari lahirnya sang Buddha. Sang Pencerah. Umat Buddha pada hari ini juga merayakan Waisak dengan berdoa secara khidmat di rumah.
Ikhtiar sudah dilakukan dengan adanya pembatasan sosial berskala besar, masyarakat lebih banyak tinggal di rumah, para ilmuwan bekerja keras menemukan vaksin, dan sebagian besar masyarakat memberikan donasi ke rumah sakit dan mereka yang terdampak oleh pandemi ini. Kini waktunya untuk berdoa. Siapa tahu pintu langit terketuk dan Tuhan akan mengabulkan permohonan umatnya agar pandemi ini segera sirna dan perekonomian kembali bangkit.
Aku pernah membaca dalam buku "The Celestine Propechy", "Secrets of Shambala", dan buku-buku lainnya karya James Redfield, berdoa adalah sinkronisasi pikiran, kemauan, dan harapan. Ketika antara yang kita pikirkan dan harapkan itu selaras maka akan hadir sinkronisasi. Doa juga merupakan energi. Ketika setiap orang berdoa hal yang sama yaitu misalnya pandemi segera berakhir maka akan muncul vibrasi energi dari hasil resonansi. Konon dari yang kubaca dari buku-buku tersebut dan buku lainnya, Tuhan melalui alam semesta akan memberikan respon terhadap kehendak dan keinginan yang kuat.
Momen Waisak dan Ramadan ini bisa menjadi sebuah titik agar kita tetap optimis mampu menghadapi musibah pandemi ini secara bersama-sama. Dengan pikiran dan niat yang positif, upaya yang kuat untuk mendukung PSBB dengan berdiam di rumah, serta berdoa dengan sungguh-sungguh, maka aku yakin pandemi ini bisa segera berlalu dan tidak berlarut-larut.
Selamat merayakan hari Waisak.