Toko musik pada era digital semakin langka, apalagi yang bertahan dengan menjual album kaset. Mereka yang bertahan dengan toko musiknya itu rata-rata mereka yang idealis. Toko kaset ini menjadi latar kisah hubungan Galih dan Ratna, sepasang remaja penggandrung musik.
Galih (Refal Hady) adalah siswa penerima beasiswa. Ia berasal dari keluarga yang pas-pasan dan bertekad untuk rajin belajar agar tetap dapat meraih beasiswa dan lolos kampus negeri dari jalur prestasi.
Sepulang sekolah ia selalu menjaga toko musik warisan ayahnya. Kemana-mana ia ditemani walkman dan kaset mixtape yang dibuat ayahnya untuk dirinya.
Lalu hadirlah Ratna (Sheryl Sheinafia) ke kehidupan Galih. Ia murid pindahan dari Jakarta. Ia langsung merasa dekat dengan Galih setelah ia mengetahui temannya itu tahu banyak soal musik. Ia begitu antusias melongok isi toko yang dikelola Galih.
Nasib toko itu sudah di ujung tanduk. Ibunya akan menjualnya. Sementara Galih dan Ratna yakin toko kaset ini suatu ketika akan kembali bangkit. Keduanya pun memiliki rencana dengan masa depan mereka menjadi taruhannya.
![Galih dan Ratna didekatkan oleh musik (sumber: marketeers.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/03/12/images-jpeg-45-5e6a5b11097f363a9f2e7352.jpg?t=o&v=770)
Ada beberapa hal yang menarik dari film ini. Yang pertama adalah soal kaset 'mixtape'. Dulu aku termasuk yang doyan membuat sendiri kaset mixtape versiku.Â
Aku mengumpulkan bahan-bahannya, umumnya dari siaran radio, hanya kadang-kadang dari kaset pinjaman. Yang terjadi kadang-kadang suara si penyiar masuk sehingga aku harus mengulanginya. Ketika akhirnya satu kaset itu terisi penuh dengan lagu-lagu pilihanku, rasanya senang bukan kepalang.
Oleh karena itu aku paham kenapa ide tentang mixtape ini muncul. Si sutradara, Lucky Kuswandi, atau si penulis naskah Fathan Todjon mungkin juga pernah mengalami masa-masa itu, sehingga berani menelurkan ide seperti ini.
Yang kedua, tokoh Galihnya kurang gila akan musik. Memang sosok Galih digambarkan rajin menjaga toko kaset warisan ayahnya meski sangat jarang yang mampir dan membeli. Ia juga nampak kemana-mana membawa walkman atau nampak sibuk menata kaset.Â
Tapi ia jarang membahas tentang band ini atau band itu, lagu ini dan lagu itu. Padahal jika ia memang anak penggila musik maka ia akan tak tahan untuk berbicara lagu ini dan itu.Â
Ia juga pasti tak tahan untuk menunjukkan sampul sebuah kaset dan memberitahu hal-hal menarik seputar sampul ataupun lirik yang ada dalam sampul tersebut.
Ya Refal Hady agak kurang sebagai remaja penggemar musik, tapi ia cocok sebagai anak baik-baik yang rajin belajar. Hal ini berlawanan dengan Sheryl.Â
Mungkin karena Sheryl dikenal sebagai pembawa acara musik maka ia nampak gape bermain gitar atau bernyanyi dalam film ini. Namun, ia kurang luwes saat harus membuka percakapan atau berdialog dengan Refal. Dialognya itu-itu saja, kurang berkembang.
![Aku suka dengan latar toko kaset tersebut (sumber: femina.co.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/03/12/images-jpeg-48-5e6a5b8c097f364c6841a542.jpg?t=o&v=770)
Berikutnya soal orang tua yang klise. Karakter ayah Ratna dan ibu Galih adalah sosok kolot yang biasanya juga muncul di berbagai film remaja. Tapi kalau tidak ada sosok seperti ini ceritanya bakal datar. Hanya jatuhnya konfliknya jadi mudah ditebak.
Oh ya di awal film ada sosok Galih dan Ratna lawas, yaitu sosok yang diperankan Rano Karno dan Yessy Gusman. Hanya aku tak tahu kaitannya dengan tokoh Galih dan Ratna era 2016. Benang merah lainnya yaitu lagu "Galih dan Ratna" dalam versi modern, juga judul kaset mixtape yang diberikan Galih ke Ratna, "Gita Cinta".
Yang paling kusuka dari film ini adalah keberadaan toko kasetnya. Latar ini punya potensi lebih untuk dioptimalkan. Aku suka gagasan Ratna dan Galih untuk menghidupkan kembali kebiasaan mendengar lagu lewat kaset.
Kata Galih, setiap orang perlu mendengar semua lagu dalam satu album agar mendapat esensi pesan dari musisi tersebut. Ketika kita dengan sabar mendengarkan lagu-lagu yang kita kurang sukai, maka akan ada perasaan luar biasa ketika lagu favorit kita berkumandang. Setuju?