Ia juga pasti tak tahan untuk menunjukkan sampul sebuah kaset dan memberitahu hal-hal menarik seputar sampul ataupun lirik yang ada dalam sampul tersebut.
Ya Refal Hady agak kurang sebagai remaja penggemar musik, tapi ia cocok sebagai anak baik-baik yang rajin belajar. Hal ini berlawanan dengan Sheryl.Â
Mungkin karena Sheryl dikenal sebagai pembawa acara musik maka ia nampak gape bermain gitar atau bernyanyi dalam film ini. Namun, ia kurang luwes saat harus membuka percakapan atau berdialog dengan Refal. Dialognya itu-itu saja, kurang berkembang.
![Aku suka dengan latar toko kaset tersebut (sumber: femina.co.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/03/12/images-jpeg-48-5e6a5b8c097f364c6841a542.jpg?t=o&v=555)
Berikutnya soal orang tua yang klise. Karakter ayah Ratna dan ibu Galih adalah sosok kolot yang biasanya juga muncul di berbagai film remaja. Tapi kalau tidak ada sosok seperti ini ceritanya bakal datar. Hanya jatuhnya konfliknya jadi mudah ditebak.
Oh ya di awal film ada sosok Galih dan Ratna lawas, yaitu sosok yang diperankan Rano Karno dan Yessy Gusman. Hanya aku tak tahu kaitannya dengan tokoh Galih dan Ratna era 2016. Benang merah lainnya yaitu lagu "Galih dan Ratna" dalam versi modern, juga judul kaset mixtape yang diberikan Galih ke Ratna, "Gita Cinta".
Yang paling kusuka dari film ini adalah keberadaan toko kasetnya. Latar ini punya potensi lebih untuk dioptimalkan. Aku suka gagasan Ratna dan Galih untuk menghidupkan kembali kebiasaan mendengar lagu lewat kaset.
Kata Galih, setiap orang perlu mendengar semua lagu dalam satu album agar mendapat esensi pesan dari musisi tersebut. Ketika kita dengan sabar mendengarkan lagu-lagu yang kita kurang sukai, maka akan ada perasaan luar biasa ketika lagu favorit kita berkumandang. Setuju?