Tora menggebrak meja dengan geram. Clara menghela nafas. "Kamu tahu siapakah pemasok mimpi itu dan lokasi mereka menahannya?" Gadis itu wajahnya memerah menahan marah, warna wajahnya jadi semakin mirip rambutnya.
"Ia bukan manusia. Ia seorang peri. Peri mimpi," Si X memaparkan hasil pantauannya. "Seorang rekanku berkata ia pernah melihat sebuah makhluk bersayap ditempatkan di sebuah wadah steril yang melumpuhkan kekuatannya". Ia melanjutkan ceritanya.
"Bisa jadi ia dibawa ke laboratorium," tebak Tora. Clara mencengkeram meja. Dahinya berkerut. "Tidak, rasanya tidak. Ia disekap di rumah si walikota!" ujarnya tegas. Tora dan X tersentak. Mereka tak memikirkan hal tersebut.
"Baiklah akan kukerahkan dua tim. Satu tim mengawasi laboratorium. Tim yang anggota lebih banyak akan kutugaskan mengawasi rumah walikota".
Mereka kemudian berpisah.
- - -
Singkat cerita tebakan Clara terbukti. Peri mimpi itu disekap di tempat personal walikota di rumahnya. Mereka membuka sangkar yang mengungkung si peri dan menukarnya dengan boneka. Tubuh si peri nampak begitu lemah. Ia nampak transparan dan sayapnya nampak suram.
Tak ada yang tahu bagaimana cara merawat seorang peri. Tora ingat akan neneknya. Ia suka bercerita tentang peri pada waktu ia masih kecil.
Nenek Tora sudah begitu tua. Tubuhnya nampak menyusut. Wajahnya langsung berubah ceria seperti matahari ketika ia mendengar kata peri. Ia begitu gembira tapi kemudian cemas ketika melihat peri yang dibawa dengan hati-hati oleh Tora nampak demikian lemah.
"Ooh ia sudah lama lepas ikatannya dengan negeri para peri," ia begitu sedih dan terisak-isak tanpa air mata yang keluar. Tora dan Clara cemas, apakah mereka terlambat
"Cepatlah ambil air mawar dan embun pagi mumpung masih pagi. Juga madu dari bunga-bunga yang banyak mendapat matahari," neneknya memberi perintah.
X dan anak buahnya berpandangan. Mereka hanya ingat satu nama yang rajin merawat bunga. Doca.