Memang ada beberapa film yang durasinya tiga jam seperti "Avengers: End Game", tapi 3 jam 30 menit untuk sebuah film drama bakal terlalu panjang. Apalagi penggemar film drama berbau gangster tak sebanyak film superhero dan film laga.
Meski lumayan panjang, Martin juga enggan filmnya dipecah menjadi sebuah film serial pendek dengan beberapa episode. Ia menganggap film ini akan jauh lebih baik apabila ditonton dalam sekali waktu untuk mengetahui perkembangan karakter para tokoh dalam film ini.
Memang sih filmnya menarik. Aku tadi juga tetap merasa penasaran ketika menghentikan sejenak film ini dan kemudian melanjutkannya kembali.
Film tentang sindikat kejahatan memang bukan barang baru. Film "The Godfather", "Mobster", "Dilinger", dan "American Gangster" adalah beberapa di antaranya yang terkenal. Martin Scorsese juga punya karya tentang gangster yang banyak meraih pujian, seperti "Mean Street", "Goodfellas", dan "Casino" sehingga ia dan Robert De Niro sudah berpengalaman dengan genre seperti ini.
"The Irishman" memiliki gaya naratik yang tidak linear, namun mudah dikenali dari penampilan Frank dan detail latar di sekelilingnya. Rupanya film ini menggunakan teknologi de-aging sehingga Robert De Niro dan tokoh lainnya nampak lebih muda.
Film ini memiliki latar beberapa periode waktu dari tahun 60-an ketika Frank baru pensiun dari militer dan menjadi pengemudi truk, kemudian bergabung dengan sindikat, hingga pada masa tahun 2000-an.
Di sini juga dikisahkan konflik mereka dengan keluarga Kennedy dan Presiden Kuba Fidel Castro. Tokoh-tokohnya nyata karena film ini memang diangkat dari kisah nyata.
Film yang diangkat dari buku "I Heard You Paint Houses" karya Charles Brandt ini sudah tak diragukan lagi kualitas akting para pemainnya. Robert de Niro, Al Pacino, dan Joe Pesci adalah kekuatan utama penggeraknya.Â
Namun, para pemain pendukung lainnya juga memberikan kontribusi. Hanya, dialog dan kemunculan Anna Paquin sebagai Peggie, putri Frank, terlampaui sedikit.