Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Kisah Jaya Layar Tancap dan Serba-Serbi Film Lawas dalam Indonesian Old Cinema Museum

30 September 2019   21:34 Diperbarui: 1 Oktober 2019   21:09 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasinya di satu komplek dengan RM Ringin Asri (dokpri)

Ia kemudian bertanya apakah aku pernah menyaksikan layar tancap di Malang. Pastinya pernah. Hanya aku lupa tahunnya. Dulu aku, kakak dan paman pernah nonton ramai-ramai di Lapangan Sarangan. Judul dan isi filmnya aku tak ingat karena dulu aku sibuk dengan jajan di tangan.

Pak Hariadi dengan roll film (dokpri)
Pak Hariadi dengan roll film (dokpri)
Tiket jaman dulu (dokpri)
Tiket jaman dulu (dokpri)
Pak Hariadi kemudian menunjukkan potongan tiket dengan nama bioskop lawas, juga selebaran untuk promosi film.Rupanya ada nama-nama bioskop yang tak kukenal, seperti Emma Theatre, Roxy Theatre di Kayutangan, Centrum Theatre, dan Grand Theatre serta Globe Theatre. 

Sebagian di antaranya sudah hadir sejak jaman kolonial Belanda. Kini bioskop tersebut sudah tak terdengar.

Pensiunan PNS ini lalu bercerita tentang perjalanan usaha layar tancapnya yang sempat berjaya antara tahun 1970-an hingga 1990-an. Selama itu ia mempunyai ratusan film dan puluhan proyektor film.

Dengan bendera Cinedex atau Cinema Gedex, ia berkeliling ke Jawa Timur memutar film dengan format layar tancap sejak tahun 1968. Pagar pembatasnya adalah gedek alias lembaran anyaman bambu.

Tiketnya murah meriah, berkisar Rp 250,- pada masa itu. Penontonnya sekali pertunjukan bisa mencapai lima ribuan, apalagi jika filmnya jenis film gelut dan tembak-tembakan (film laga) juga film horor.

Selebaran atau promo di koran tentang film bakal tayang (dokpri)
Selebaran atau promo di koran tentang film bakal tayang (dokpri)
Film lainnya yang populer yaitu film India. Peminatnya banyak. Durasi filmnya rata-rata panjang, tiga jaman. Alhasil gulungannya lebih tebal untuk film India, bisa mencapai 7 ribu meteran.

Sedangkan film Barat seperti "Charlie Chaplin" dan "Abbot and Costello" juga dikoleksinya, tapi peminatnya relatif lebih banyak film Indonesia.

Layar tancap masa itu disukai karena tak banyak hiburan. Layar tancap menjadi ajang komunikasi muda mudi dan media hiburan keluarga. Di daerah pesisir seperti Sendang Biru, para nelayan setelah turun dari kapal dan menjual ikan kemudian rame-rame nonton.

Spanduk layar tancap. Hayoo siapa ngefans Barry Prima? (Dokpri)
Spanduk layar tancap. Hayoo siapa ngefans Barry Prima? (Dokpri)
Ada suka dukanya menjadi pengusaha layar tancap. Sukanya, rupanya peminat film nasional itu banyak dari berbagai kalangan. Apalagi saat libur lebaran. Rame.

Berkebalikan dengan saat ini, di mana akses nonton film untuk kalangan menengah ke bawah jadi terbatas sejak tidak populernya layar tancap. Minusnya, jika film putus maka kami ramai-ramai dilempari, dari bungkus kacang hingga botol dengan isi air seni, ceritanya sambil tertawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun