Dalam film laga ataupun film superhero, salah satu yang paling ditunggu-tunggu adalah adegan pertarungan. Bagaimana si jagoan melawan musuh-musuhnya, terutama musuh utamanya. Namun sayangnya aku tidak terkesan oleh adegan pertarungan di film "Gundala".
Film "Gundala" tidak buruk. Cukup bagus, meskipun masih di bawah ekspektasiku. Dari skor satu sampai sepuluh aku memberinya skor 7.2/10. Jauh di bawah "Pengabdi Setan", "A Copy of My Mind" dan "Pintu Terlarang", yang sama-sama disutradarai Joko Anwar.
Plusnya film ini adalah akting pemerannya terutama pemeran Sancaka kecil (Muzzaki Ramdhan), Pengkor kecil juga Pengkor dewasa. Keunggulan lainnya adalah sinematografinya yang mampu menampilkan adegan-adegan keren dengan nuansa yang suram, seperti Jakarta menuju distopia.
Minusnya dari segi nuansanya yang entah kenapa jadi terasa seperti Trilogi Batman dan film DC Comics lainnya. Satu lagi yaitu dari sisi pertarungannya.
Memang membuat film laga apalagi film superhero tidaklah mudah. Teknologi CGI di Indonesia belum secanggih yang dimiliki studio besar Hollywood, sehingga yang perlu ditekankan adalah sisi cerita, akting, dan koreografi pertarungannya. Tidak apa-apa banyak menggunakan tangan kosong dan sesekali senjata petir. Yang lebih penting kekuatan dan pertarungan itu nampak nyata dan ditata sedemikian rupa sehingga nampak menarik dan berkesan.
Dikisahkan Sancaka belajar bertarung dari Awang, sesama anak jalanan yang pernah menolongnya. Sebelum ia memiliki kekuatan petir, Sancaka juga pernah bertarung untuk menghadapi preman pasar. Hingga adegan tersebut, pertarungannya masih lumayan, meski gerakannya sedikit lambat.
Ketika kemudian Gundala memiliki kekuatan dan menggunakan kekuatannya tersebut untuk melawan sekumpulan penjahat, sebenarnya masih lumayan hingga titik Gundala dikeroyok. Bagian ini membuat nilai filmnya menurun, kok seperti asal-asalan pertarungannya, tidak ada koreografinya.
Yang paling mengecewakan adalah Hannah Al Rashid yang berperan sebagai perawat bernama Cantika. Padahal Hannah sebelumnya adalah pesilat dan pernah tampil cadas di film "A Night Comes for Us" dan "The Bufallo Boys".
Anak-anak Pengkor lainnya juga sama. Merela cuma tampil keroyokan, tidak menunjukkan sesuatu gerakan atau jurus yang menarik. Padahal adegan tersebut adalah adegan final. Sehingga jadinya terasa antiklimaks.