Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Adegan Pertarungan "Gundala" yang Mengecewakan

12 September 2019   23:42 Diperbarui: 12 September 2019   23:57 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abimana bukan aktor yang memiliki latar bela diri | Dokumen: IMDb

Dalam film laga ataupun film superhero, salah satu yang paling ditunggu-tunggu adalah adegan pertarungan. Bagaimana si jagoan melawan musuh-musuhnya, terutama musuh utamanya. Namun sayangnya aku tidak terkesan oleh adegan pertarungan di film "Gundala".

Film "Gundala" tidak buruk. Cukup bagus, meskipun masih di bawah ekspektasiku. Dari skor satu sampai sepuluh aku memberinya skor 7.2/10. Jauh di bawah "Pengabdi Setan", "A Copy of My Mind" dan "Pintu Terlarang", yang sama-sama disutradarai Joko Anwar.

Plusnya film ini adalah akting pemerannya terutama pemeran Sancaka kecil (Muzzaki Ramdhan), Pengkor kecil juga Pengkor dewasa. Keunggulan lainnya adalah sinematografinya yang mampu menampilkan adegan-adegan keren dengan nuansa yang suram, seperti Jakarta menuju distopia.

Minusnya dari segi nuansanya yang entah kenapa jadi terasa seperti Trilogi Batman dan film DC Comics lainnya. Satu lagi yaitu dari sisi pertarungannya.

Memang membuat film laga apalagi film superhero tidaklah mudah. Teknologi CGI di Indonesia belum secanggih yang dimiliki studio besar Hollywood, sehingga yang perlu ditekankan adalah sisi cerita, akting, dan koreografi pertarungannya. Tidak apa-apa banyak menggunakan tangan kosong dan sesekali senjata petir. Yang lebih penting kekuatan dan pertarungan itu nampak nyata dan ditata sedemikian rupa sehingga nampak menarik dan berkesan.

Salah satu
Salah satu
Ada unsur spoiler-nya, hati-hati bagi yang belum menontonnya.

Dikisahkan Sancaka belajar bertarung dari Awang, sesama anak jalanan yang pernah menolongnya. Sebelum ia memiliki kekuatan petir, Sancaka juga pernah bertarung untuk menghadapi preman pasar. Hingga adegan tersebut, pertarungannya masih lumayan, meski gerakannya sedikit lambat.

Ketika kemudian Gundala memiliki kekuatan dan menggunakan kekuatannya tersebut untuk melawan sekumpulan penjahat, sebenarnya masih lumayan hingga titik Gundala dikeroyok. Bagian ini membuat nilai filmnya menurun, kok seperti asal-asalan pertarungannya, tidak ada koreografinya.

Sisi pertarungan malah lemah | Dokumen: CNNIndonesia.com
Sisi pertarungan malah lemah | Dokumen: CNNIndonesia.com
Bagian puncaknya ketika Gundala menghadapi 'anak-anak' Pengkor. Ia dikeroyok oleh sejumlah anak buah Pengkor yang masing-masing memiliki kemampuan unik. Desti "Harley Quinn" Nikita (Abigail Asmara) yang awalnya diperlihatkan pernah menjerat musuhnya menyerang tanpa arah, tidak ada jurus atau teknik bertarung yang khas. Demikian pula dengan si model Mutiara (Kelly Tandiono) tidak ada sesuatu yang berkesan dari gaya bertarungnya. 

Yang paling mengecewakan adalah Hannah Al Rashid yang berperan sebagai perawat bernama Cantika. Padahal Hannah sebelumnya adalah pesilat dan pernah tampil cadas di film "A Night Comes for Us" dan "The Bufallo Boys".

Anak-anak Pengkor lainnya juga sama. Merela cuma tampil keroyokan, tidak menunjukkan sesuatu gerakan atau jurus yang menarik. Padahal adegan tersebut adalah adegan final. Sehingga jadinya terasa antiklimaks.

Joko Anwar sendiri bukan sutradara laga. Abimana Aryasatya juga tidak memiliki latar bela diri dan menggunakan pemeran pengganti. Tapi adegan pertarungan Abimana dalam "A Night Comes for Us" masih jauh lebih baik.

Sosok yang diperankan Ari Tulang masih cukup berkesan | Dokumentasi: liputan6.com
Sosok yang diperankan Ari Tulang masih cukup berkesan | Dokumentasi: liputan6.com
Level Film Laga Indonesia Sudah Tinggi
Setelah "The Raid" 1 dan 2, level film laga Indonesia bisa dibilang telah naik kelas. Iko Uwais, Yayan Ruhian, Joe Taslim, dan Cecep Arif Rahman memberikan adegan bertarung yang berkesan. Film berikutnya "Headshot" dan "A Night Comes for Us" juga sama, adegan pertarungannya yang dijual dan memang berkesan. Setiap musuh memiliki jurus dan senjata andalan yang khas.

Koreografi pertarungan di film-film tersebut menarik, meskipun beberapa bagian agak brutal. Untuk film Hollywood baru-baru ini yang berkesan adalah pertarungan John Wick saat menghadapi anggota triad. Rapi dan berkesan.

Sisi koreografi pertarungan ini bisa menjadi catatan bagi Joko Anwar untuk diperbaiki. Jangan sampai film laga superhero tapi bagian pertarungan pamungkasnya malah melempem.

Ke depan bagian pertarungan perlu lebih diperhatikan | Dokumentasi: IMDb
Ke depan bagian pertarungan perlu lebih diperhatikan | Dokumentasi: IMDb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun