Adanya tol Trans Jawa sangat membantu ketika ingin pulang kampung dengan waktu yang fleksibel dari Jakarta menuju Malang. Akan tetapi pengguna tol ini sejak dari Solo menuju Surabaya tampak jarang ketika bukan musim liburan. Apakah gara-gara tarifnya yang kemahalan?
Ketika hendak memberitahukan kabar cutiku ke kawanku, ia tampak penasaran kenapa aku tidak naik kereta api atau pesawat terbang. Kan lebih cepat dan praktis, ujarnya. Naik kereta paling cepat seperti KA Argo Bromo Anggrek durasinya berkisar 9 jam. Rata-rata Rp 500 ribu. Sedangkan naik pesawat memang agak mahal, yaitu berkisar Rp 720 rb - Rp 1,4 juta.
Memang naik kereta api relatif lebih hemat dan praktis untuk perorangan. Namun jika datang berdua atau lebih, serta tujuan lokasinya lebih dari satu, menurutku lebih praktis membawa kendaraan pribadi. Lebih fleksibel dan bawaannya lebih banyak.
Berangkat dari Jakarta kami sudah tiba di Semarang sekitar tujuh jam kemudian. Kemacetan malah terjadi sepanjang Jakarta hingga Karawang. Tahun lalu tol dari Pemalang hingga Semarang masih fungsional. Tapi sejak akhir tahun 2018 sudah dikenakan tarif normal. Biaya tolnya lumayan mahal, berkisar duaratus ribuan.
Setelah beristirahat sejenak kami melanjutkan perjalanan. Dari Semarang kami melanjutkan ke Solo. Saat itu kendaraannya masih lumayan ramai meskipun bukan musim liburan.
Kepadatan mulai menurun tajam karena banyak kendaraan yang keluar sepanjang Semarang hingga Solo. Kendaraan yang bertahan di tol Solo menuju Ngawi semakin berkurang. Jumlahnya makin menurun ketika memasuki Tol Kertosono hingga Tol Mojokerto-Surabaya.
Tol Solo menuju Surabaya begitu sepi. Kebanyakan kendaraan pribadi. Lampu penerangannya tidak seterang di tol sebelumnya. Perubahan mulai nampak di Tol Mojokerto-Surabaya, ada beberapa rest area yang tertata rapi dan komplet.
Dulu saat mudik tahun 2018, tol dari Semarang hingga Surabaya masih gratis karena masih berupa tol fungsional. Di ruas Ngawi-Kertosono kadang-kadang masih ada kendaraan warga yang melintas. Tapi sejak akhir 2018 sudah beroperasi normal dan jalannya begitu mulus.
Gardu pembayaran sejak dari Semarang hingga Surabaya dijadikan satu di ujung. Sejak dari Kertosono aku agak waswas karena belum menemui gardu pembayaran, sementara aku sendiri kurang yakin dana di uang elektronik mencukupi. Dari Jakarta hingga Semarang, uang elektronik sudah berkurang Rp 349.500,-.
Aku jadi agak menyesal tadi tidak mengisi di satu kartu, melainkan membaginya menjadi dua kartu. Masing-masing kartu hanya bersaldo sekitar 200 ribuan. Kuatir nilainya tidak cukup maka kami menepi ke tempat peristirahatan dan menambah saldo sebesar Rp 300 ribu.
Ketika esoknya kami melanjutkan ke Malang, kami menambah sekitar Rp 52.000 sehingga total biaya tol Jakarta ke Malang sekitar Rp 727.500. Bensinnya dari Jakarta ke Malang sekitar Rp 550 ribu sehingga totalnya Rp 1.277.500.
Kalau dihitung-hitung memang biaya membawa kendaraan pribadi sama dengan tarif kereta api Jakarta-Malang jika penumpangnya hanya dua orang. Membawa kendaraan pribadi untungnya hanya dari sisi jumlah penumpang dan bawaan yang lebih banyak dan waktu yang fleksibel.
Tarif Tol Apakah Tidak Dievaluasi
Rupanya tol Solo hingga Surabaya yang sepi pada hari-hari biasa juga telah disorot oleh berbagai media. Sungguh sayang jika infrastruktur yang dibangun dengan kerja keras ini tidak banyak dimanfaatkan masyarakat karena tarifnya yang dinilai lumayan mahal.
Memang tol ini sangat membantu memangkas daya tempuh. Dari Semarang hingga Surabaya hanya berkisar 4-5 jam-an. Sangat cepat jika dibandingkan melewati jalan biasa. Akan tetapi warga yang tidak sedang buru-buru dan tujuannya jangka pendek mungkin akan lebih memilih jalan biasa karena tarif tolnya yang lumayan tinggi.
Demikian pula dengan truk. Tidak banyak terlihat truk setelah Tol Pejagan. Hal ini dikarenakan jika mereka menggunakan tol hingga di Surabaya maka mereka perlu merogoh kocek hingga Rp 1 juta. Biaya yang sangat tinggi untuk logistik.
Dari yang kubaca di beberapa media, tarif tol Tans Jawa yang mahal dikarenakan biaya pembangunannya sebagian besar berasal dari swasta. Biaya pembebasan lahannya juga besar.Â
Namun, tarif tol per kilometer di Indonesia, yang sekitar Rp 2.264,6, dianggap nomor dua termahal setelah Singapura untuk kawasan Asia Tenggara (dilansir dari Tirto 13/2). Tarif tol perkilometer di Indonesia lebih dari dua kali lipat tarif tol di Malaysia yang berkisar Rp 946,3.
Pada saat hari-hari biasa maka ada tarif diskon sehingga tolnya tetap banyak digunakan. Bukankah mending tarif sedang dan yang menggunakan banyak daripada tarif mahal tapi yang menggunakan hanya sedikit.
Selain itu, tujuan awal dari pembangunan Trans Jawa yaitu untuk memangkas biaya logistik dan juga memberikan kemudahan transportasi bagi seluruh warga agar sendi-sendi perekonomian makin hidup. Jika tolnya kemahalan dan kemudian malah lengang maka tujuan adanya tol ini kurang tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H