Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketukan Misterius

29 Agustus 2019   14:54 Diperbarui: 29 Agustus 2019   15:04 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya liburan. Aku bersorak. Setelah melalui hari demi hari melalui ujian tengah semester aku gembira akhirnya bisa merasakan rileks sejenak. Apalagi tempat liburannya adalah Lombok. Wah kesampaian juga ke sana.

Aku mengambil cuti sehari. Hari Jumat. Kami total bertujuh berliburan ke sana. Dan aku tak perlu pusing karena urusan penginapan, jadwal, dan sebagainya sudah diurus kawan-kawanku. Wah enak, tinggal bawa baju dan uang saja.

Kami berkumpul di bandara Lombok. Waktu itu masih bandara lama yang tak jauh dari Mataram. Setiba di sana kami langsung berkeliling ke sana ke mari, melihat-lihat kerajinan tenun, gerabah, dan rumah adat mereka yang khas. Terakhir kami menghabiskan waktu di Kuta dan Tanjung Aan yang indah. Pasirnya halus dan tempatnya begitu tenang. Sebuah gambaran yang ideal untuk liburan.

Malamnya, usai makan malam dan jalan-jalan sejenak di sekitaran pantai, mobil mengarah ke sebuah penginapan. Tentang penginapan ini aku juga tak punya andil untuk memutuskan. Kawanku berkata itu adalah sebuah kejutan. Dan memang kejutannya menyenangkan. Hotelnya begitu besar dan luas. Lokasinya di dekat pantai. Sekiranya hotel bintang empat atau bintang lima.

Setelah berkeliling, kawanku menunjukkan bangunan seperti bungalow yang terpisah dari bangunan utama hotel. Bungalow itu menghadap ke sebuah kolam renang yang besar.

Bungalow itu akan menjadi kamar kami bertiga. Di dalamnya ada kasur yang besar, sofa, plus kamar mandi yang semi transparan. Wah nampaknya begitu nyaman.

---

Aku sibuk membereskan tasku, sedangkan kawan-kawanku yang lain asyik berenang. Seorang kawan baruku, sebut saja Anna, nampak kelelahan. Ia langsung tertidur setelah membilas tubuhnya. Dua lainnya kembali ke kamar mereka yang berada di bangunan utama. Sedangkan aku, Nina, Hari, dan Tomo masih merasa segar. Tomo mengajakku untuk main kartu.

Acara main kartu berlangsung seru. Yang kalah harus rela pipinya diolesin dengan bedak. Mendekati pukul 22.00 kami baru menyudahi permainan. Kami mengantuk setelah seharian asyik berkeliling dan bermain. Besok acara akan padat, berkeliling pulau dan bermain air.

Aku yang sudah lelah pun kemudian tertidur pulas. Tapi kemudian sebuah suara mengusikku. Sebuah ketukan. Bukan ketukan pintu, melainkan ketukan jendela.

Aku yang masih mengantuk agak bingung apakah itu mimpi atau nyata. Apakah ketukan itu ke bungalow kami, atau bungalow sebelah?Aku pun memutuskan untuk kembali ke alam mimpi.

Posisi tidurku saat itu di pinggir kanan, paling dekat dengan pintu dan jendela. Di antara pintu dan jendela masih ada sofa.

Ketukan itu masih terdengar. Kini ke daun pintu. Seperti seorang tamu yang kesal pintu tidak segera terbuka. Aku mulai terbangun. Kali ini
aku merasakan desiran aneh. Ada sesuatu yang tak wajar. Aku mulai merinding dan tubuhku terasa kaku.

Sambil berkomat-kamit membaca doa yang kuingat, aku membangunkan Nina. Nina bangun dengan malas-malasan. Ia juga nampak sangat mengantuk tapi ia kemudian ia langsung paham apa yang terjadi. Kami berpandangan tangan. Kami berdua lalu membaca doa semampu yang kami inat.

Bukannya berhenti, ketukan itu semakin keras dan ramai. Aku makin deg degan dan pucat. Dan pintu itu kemudian terbuka disertai angin kencang. Situasi makin pelik karena lampu pun kemudian padam seketika. Aku menghadapkan tubuhku ke arah Nina sambil terus membaca doa. Rasanya badanku semuanya lumpuh. Aku tak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku ingin menangis karena begitu ketakutan.

Sepertinya tamu itu datang bersama angin dan lampu padam. Aku masih diam ketakutan. Aku ingin segera pagi. Tapi waktu terasa begitu lama. Entah apakah sekedar imajinasiku, aku merasa ada sesuatu yang mengawasi kami, memandangi kami berdua yang berpura-pura tidur terpejam.

Lampu kemudian menyala. Angin kencang itu lenyap. Keberanian nampaknya mulai menguasai Nina. Ia dengan berani melangkah ke arah pintu. Ia menutup tirai jendela lalu memastikan pintu terkunci rapat.

Aku yakin pintu telah terkunci. Sebelum tidur aku memastikannya.

Derita itu tak kunjung berakhir. Kembali muncul ketukan. Aku memutuskan meminta bantuan. Aku menghubungi Hari dan Tomo. Dengan suara tercekat, aku meminta mereka untuk sementara menjaga kami.

Rupanya Hari masih mengantuk. Ia tak kunjung tiba hingga sekian lama. Serangan misterius itu kembali gencar. Aku menelpon mereka sekali lagi. Jika tak berhasil, ya sudahlah aku harus menghadapi makhluk-makhluk itu hanya berdua.

Telpon itu kembali diangkat. Kali ini aku berhasil berkata lebih lancar. Nadaku nampak panik. Keduanya mengerti dan sekitar sepuluh menit kemudian, mereka tiba di bungalow.

Mereka memeriksa kamar kami. Memastikan tidak ada yang masuk. kedua memastikan jendela dan pintu terkunci rapat. Setelah itu mereka pun tidur di sofa, sambil meminta kami terus membaca doa.

Aku masih merasa ada sesuatu yang mengawasi kami. Temanku mulai mengigau. Aku yang mungkin lelah dan lemas kemudian tertidur. Ketika ku bangun, kedua kawanku sudah kembali ke kamarnya.

Aku dan Nina nampak lemas karena kurang tidur. Anna yang tertidur pulas sejak habis berenang yang paling segar. Ia tak tahu sama sekali yang terjadi dan tak terbangun sama sekali, meskipun ia satu kamar dengan kami.

Saat kami berkemas dan kemudian makan pagi. Baru ku ketahui rupanya yang menginap di bungalow semalam hanya kami. Bungalow-bungalow lainnya sepi. Mungkin penghuni di sana kemarin terusik ketika kami asyik bermain kartu. Hari membuat asumsi, jika kondisiku yang saat itu sedang datang bulan bisa menjadi salah satu motivasi yang mengundang mereka untuk bertamu.

Kejadian itu sudah hampir satu dekade silam. Aku masih ingat saat-saat menakutkan itu. Sungguh tak mengenakkan. Berhadapan dengan mereka membuatku kaku dan lemas, energiku seperti tersedot oleh mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun