Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memakamkan Kucing, Menghormati Ciptaan Tuhan

1 Juli 2019   19:52 Diperbarui: 1 Juli 2019   19:58 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dulu aku begitu sedih ketika memakamkan Pwan (dokpri)

Di bawah pohon mangga itu entah sudah berapa jenazah kucing yang bersemayam di sekitarnya. Aku lupa menghitungnya. Belum lagi tikus yang tewas dan ikut dimakamkan oleh pasangan. Yang terakhir ini aku sempat bertanya-tanya, kenapa tikus ikut dimakamkan. Pasangan menjawab singkat, tikus juga makhluk ciptaan Tuhan.

Petang, beberapa saat sebelum adzan Maghrib, aku menggali tanah. Pasangan pulang malam sehingga aku menggantikan tugasnya untuk menggali dan menguburkan mayat kucing. Ada tiga anak kucing yang meninggal dan sepertinya ia sudah tak bernyawa beberapa jam sebelumnya.

Adalah si Kecil, kucing betina yang perawakannya kecil dan kurus. Ia suka muncul di halaman rumah dan kadang-kadang ikut masuk ke dalam rumah, bermain bersama Nero dan Mungil.

Usianya sudah dua tahunan tapi badannya seolah-olah sudah berhenti tumbuh. Mungil sudah mengalahkannya dalam ukuran dan bobot tubuhnya sehingga aku menyakinkan si Mungil ia saat ini lebih pas dipanggil Ponoc daripada si Mungil.

Aku baru tahu si Kecil hamil ketika perutnya mulai nampak membuncit. Aku agak merasa was-was karena perawakannya sepertinya kurang ideal untuk hamil. Ketika kemarin sore akhirnya ia melahirkan aku merasa lega dan bersyukur.

Tapi ternyata ia tak siap menjadi seekor induk kucing. Ia mengabaikan anaknya. Kupikir ia akan terketuk hatinya dan kemudian memberikan air susu ke anak-anaknya. Tapi ternyata tidak. Ketika aku berangkat kerja, anak kucing itu nampak lemah dan aku mulai memikirkan cara untuk menolongnya.

Dulu juga pernah ada kejadian yang serupa. Anak-anak Nori. Ia juga ditinggalkan induknya. Aku coba membantunya dengan memberi susu campur mentega seperti yang kubaca di forum kucing. Aku memberinya makan dengan pipet. Sayangnya tak berhasil.

Kedua anak kucing itu terbujur kaki. Di sekelilingnya sudah banyak semut. Aku mencangkul tanah di dekat pohon mangga.

Aku tak pandai menggali. Belum begitu dalam. Tanahnya cukup keras. Aku merasa sedih ketika menguburkan mereka. Rupanya bukan hanya dua, melainkan tiga anak kucing. Tali pusarnya masih menempel. Kasihan mereka. Hanya beberapa jam mereka tiba di dunia.

Pasangan yang mengenalkanku untuk memakamkan hewan peliharaan. Dulu kucingku banyak yang hilang dibandingkan yang meninggal, sehingga aku tak ingat apakah nenek atau kakak juga memakamkan kucing kami di halaman rumah.

Banyak kucing yang dimakamkan di halaman rumah itu yang tak kukenal. Sebagian besar kucing liar atau anak kucing yang meninggal di halaman rumah. Halaman rumah kami memang lumayan sering jadi tempat persinggahan kucing-kucing

Beberapa bukan lalu Pwan, saudara Ponoc tertabrak dan pasangan rela terlambat masuk kantor untuk memakamkannya. Aku mencari kain yang bersih untuk membungkus badannya sebelum memasukkannya ke tempat peraduan terakhirnya.

Ketika pasangan memakamkan tikus yang meninggal, aku seolah-olah diingatkan untuk menyayangi dan menghormati ciptaan Tuhan. Dia memerlakukan tikus yang meninggal sama dengan kucing.

Benakku membayangkan mungkin tikus itu bermain bola voli dengan anak-anak kucing di surga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun