Makanan-makanan yang dulu populer seperti cappucino cincau dan milo tak lagi terlihat. Yang masih ada dan lumayan laris yaitu Thai Tea, nugget pisang, dan makaroni pedas.
Aku masih berkeliling, belum menentukan pilihan. Hingga aku melirik jam di hape. Wah sudah waktunya untuk kembali nih. Aku pun kemudian berpindah di sebuah gerobak makanan.
Kue Dongkal yang Mulai Langka
Ada dua jenis makanan yang menarik perhatianku. Yang pertama petulo atau putu mayang, yakni kue dari tepung beras yang diwarnai dan seperti sarang burung. Ia disantap dengan teman santan plus gula merah.
Yang kedua yaitu kue dongkal atau dodongkal. Kue ini merupakan makanan khas Betawi. Penjualnya sudah mulai langka. Nasibnya sama dengan kue rangi dan es selendang mayang yang juga mulai terpinggirkan.
Kue dongkal ini sekilas mirip dengan kue putu. Keduanya sama-sama terbuat dari tepung beras dan gula aren atau gula merah, lalu dikukus. Sebagai temannya adalah kelapa muda yang diparut.
Bedanya, kue putu dimasak dalam bambu. Sedangkan kue dongkal dikukus dalam wadah kerucut seperti membuat tumpeng. Adonan tepung beras diselang-seling dengan gula merah sehingga membentuk tampilan yang menarik.
Aku membelinya satu porsi. Kue yang harum ini dihargai Rp 10 ribu.
Untunglah aku tak lapar mata. Kami hanya membeli satu porsi kue dongkal dan satu buah bubur sumsum. Aku kuatir buburnya kurang enak, sehingga hanya membelinya sebuah.
Ya, waktunya berbuka puasa. Kue dongkal kami makan berdua perlahan-lahan. Gula merahnya membuat rasa kue dongkal manis dan gurih. Rasanya memang beda tipis dengan kue putu. Sama-sama nikmat.
Selamat berbuka puasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H