Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pesan Misterius

23 November 2018   21:23 Diperbarui: 23 November 2018   21:47 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satya mendengar ada bunyi dering di ponselnya, pertanda ada sebuah pesan masuk. Pesan itu berupa gambar dan sebuah teks singkat. Ia kemudian pias.

Putri yang melihatnya pun bertanya-tanya. Satya menggigit bibirnya. Ia merasa kelu. Ada sejuta kata yang ingin terlontar dari bibirnya, namun semuanya membeku di ujung.

Satya lalu memasrahkan benda yang digenggamnya berpindah tangan ke Putri. Tangannya bergetar dan air mata kemudian mengalir. Putri tak sabar untuk mengetahui pesan yang membuat kawannya bersikap sedemikian rupa.

Ia memerhatikan gambar itu lekat-lekat. Itu foto sekumpulan wisatawan di hutan. 

Tunggu ada satu wajah yang dikenalnya!

- - -

Rama ingin sekali menghubungi kekasihnya. Di tengah hutan seperti ini tiba-tiba perasaan rindu itu membuncah. Ia ingin bercerita pengalaman pertamanya menjadi pemandu wisata.

Jam di hapenya menunjukkan pukul 17.00. Ia mengabsen seluruh anggota rombongan. Fred sudah lebih dulu duduk di jok belakang. Meski usianya sudah hampir mencapai kepala delapan, ia masih gagah. Berturut-turut masuklah Anggi dan Kanaya. Kanaya berkaca mata dan lebih muda dua tahun.

Setelah itu keluarga kecil, Lukman, Prita dan anak laki-lakinya, Kevin, pun duduk di baris tengah. Her sudah memanaskan mesin dan minibus pun siap menembus hutan dan kembali ke penginapan.

Jalanan di hutan ini berbatu-batu. Seisi mobil berguncang-guncang. Kemudian terjadilah sesuatu, ada sinyal merah yang memberitahukan mesin kepanasan. Mau tak mau mereka harus berhenti.

Suasana hutan saat gelap berbeda dengan ketika masih bermatahari (dokpri)
Suasana hutan saat gelap berbeda dengan ketika masih bermatahari (dokpri)
Ketika kap mobil dibuka, terlihat kepulan asap. Her mengipas-ngipasnya dengan sebelah tangannya. Rama menyerahkan sebotol cairan untuk mendinginkan mesin.

Sambil menunggu mesin dingin, Anggi meminta semuanya keluar dari mobil dan berfoto. Mumpung masih ada cahaya, kilahnya. Ia kemudian menyebarkan foto tersebut ke nomor para anggota rombongan.

Langit semakin gelap, sudah pukul 17.30. Her kembali ke bangku pengemudi. Sayangnya sinyal merah itu kembali muncul. Ada yang salah dengan radiatornya. Her merasa bersalah. 

Dari daftar kontak, Rama memilih satu nama, kawan yang diandalkannya, Taha. Rama merasa lega. Taha telah menjanjikan sebuah sedan yang dikemudikan Miru untuk menjemputnya. 

Rama pun meminta nomor driver dan menyimpannya. Ia kemudian memberitahukan nomornya, nomor Lukman dan Prita kepada Taha dan Miru. Ia was-was baterainya tak lama lagi habis.

Rama menghitung waktu. Karena sebagian ruas jalan rusak maka mobil tersebut baru tiba sekitar 2 jam 15 menit atau  pukul 19.45. Sedan itu hanya bisa menampung empat orang. Jika bolak balik maka baru dini hari mereka semua terangkut. Terlalu berisiko.

Ia teringat akan pondok penjaga hutan. Empat kilometer dari sini. Tidak terlalu jauh, tapi berisiko jika berjalan kaki.

Nomor Gilang si penjaga hutan pun tertera di layar. Pembicaraan singkat itu menuai hasil. Gilang akan menjemput mereka satu-persatu. Diperkirakan 30 menit waktu untuk menjemput dan kembali.

Langit sudah benar-benar gelap. Kanaya pucat. Ia menerangi wajahnya dengan senter dari hapenya hingga mati total. 

Rama meminta semuanya ke dalam minibus agar lebih aman. Ia menyodorkan sederetan nomor agar disimpan Lukman. Ia mulai memikirkan rencana penjemputan.

  • A -> motor [17.45]
  • B -> motor [18.15]
  • C -> motor [18.45]
  • D -> motor [ 19.15]

Jika tiap perjalanan memerlukan tambahan waktu 10 menit jadinya 17.45, 18.25, 19.05 dan 19.45. Masih cukup waktu sambil menunggu sedan tiba, ujarnya dalam hati.

Anggota rombongan (dok. Kompasiana)
Anggota rombongan (dok. Kompasiana)
"Fred kemana?" tanyanya kepada Lukman. Gara-gara sibuk dengan pikirannya, ia tak memerhatikan Fred menghilang. 

Lukman menjawab Fred sakit perut dan ijin buang air besar. Ia membawa senter, tongkat, dan peluitnya sehingga tidak perlu dicemaskan.

Sudah 15 menit berlalu seharusnya Fred sudah kembali. 

Kanaya nampak gelisah. Ia memohon agar ada yang menggunakan hape sebagai senter. Ia takut gelap. Her juga nampak kalut ia berkali-kali memeriksa bagasi. Entah apa yang dicarinya. Kevin yang tadi lincah juga mulai sesak nafas. Ia mengikuti hiking ini sebagai salah satu terapi asmanya.

Kemudian terdengar bunyi peluit samar-samar. Itu mungkin Fred. Apa yang terjadi?

Rama merasa gelisah. Ia tahu ia harus segera mengambil keputusan. Belum putus rasa terkejutnya, Anggi berteriak. Ia tergelincir dan kakinya terkelilir. Prita yang tak jauh dari posisinya tergelincir pun berupaya menolongnya. Dibantu oleh Her, ia membantu Anggi untuk berjalan. Anggi bercerita jika ia senang sekaligus terkejut melihat seekor kuskus yang lucu. 

Rama memutuskan ia yang akan mencari Fred. Ia cukup kenal hutan ini. Lukman mencegahnya, mengingatkan posisinya sebagai ketua rombongan. Ia yang akan mencari Fred. Kevin menangis dan Prita nampak was-was. Melihat itu Rama menjadi semakin ragu. Lalu hatinya berdebar-debar. Debaran yang aneh.

Her mendekat. Ia yang akan mencari Fred. Ia juga pernah hiking di hutan ini. Hape Prita dibawa Her. Sebelum Her berangkat, Rama meminta ijin ke Prita untuk mengirim sebuah pesan karena hanya hape Prita yang masih terkoneksi internet.

Kenapa Fred tidak menyalakan senternya sehingga memudahkan Her menemukannya? Rama bertanya-tanya. Lalu harapan itu hadir ketika deru motor terdengar. Rama bercerita singkat ke Gilang. Ia lalu menunjuk Anggi menjadi penumpang pertama Gilang. 

Sementara itu, Fred dan Her belum juga kembali. Rama mencoba menelpon Her. Nomor di luar jangkauan area. 

Kevin dan Kanaya nampak lapar. Rama membuka satu boks makanan agar mereka makan bersama. Satu boks lainnya disantap Lukman dan istrinya.

Mesin motor itu kembali terdengar. Rama menyambut kawannya itu dengan gembira. Kali ini giliran Kanaya. Kanaya nampak cemas. Ia tak suka gelap dan takut dengan alam liar. 

Untunglah tak lama kemudian Fred dan Her tiba. Fred nampak lemas dan Her hanya menjawab singkat dan kemudian membisu.

Prita meminta kembali hapenya. Hape itu baterainya sudah sekarat sehingga Prita memilih mematikannya.

Tak lama setelah Fred pergi bersama motor, datang kembali sebuah motor. Pengemudi itu menyebut namanya Teguh, rekan Gilang. 

Empat anggota sudah terangkut, tinggal ia dan keluarga Lukman. Mereka memilih menunggu dalam minibus. Bunyi binatang liar membuat Prita was-was. 

Rama melihat jam di ponsel Lukman. Baru pukul 18.30. Ia keheranan sekaligus senang. Rencananya berjalan lebih cepat. Seandainya Gilang dan Teguh kembali menjemput maka Prita dan Kevin bisa berangkat lebih dahulu, disusul Lukman dan terakhir dirinya. Ia akan meminta Miru, pengemudi sedan, menjemput di pondok.

Seperti dugaan Rama, Gilang disusul Teguh kembali menjemput mereka. Ketika Rama tinggal sendirian, ia menelpon Miru, yang nomornya sudah diberikan oleh Taha, agar dijemput di pondok. Miru tak mengangkat. Ia lalu berkirim SMS.

Ia mengambil beberapa barang pribadinya dan sesuatu dalam bagasi yang mungkin berguna nantinya. Perasaan tidak enak itu masih ada, mungkin karena ia masih di hutan dan sendirian. Lamunannya pudar ketika Teguh menjemputnya. 

Motor itu menembus hutan. Rerimbunan yang gelap. Rama merasa hutan ini lebih gelap daripada biasanya

- - 

Setelah Satya menegak air, ia nampak lebih tenang. Sari, rekan praktikum Satya mendekati mereka berdua. Ia terkejut melihat mata Satya yang sembap. "Kamu tidak apa-apa, Satya?"

Satya menggeleng. Ia lalu bercerita dengan tersendat-sendat. Cerita yang susah dipercaya.

Satya mengaku tak mengenal nomor yang mengirim pesan itu. Tapi dari gaya bahasa pesan, ia mengira pesan itu berasal dari Rama, kekasihnya yang sudah 40 hari ini hilang.

Foto itu adalah foto Rama bersama anggota rombongannya. "Itu baju yang digunakan Rama terakhir kali sebelum ia menghilang " jelasnya sambil terisak-isak.

Sari dan Putri terperangah. Putri mencoba menelpon nomor yang tertera sebagai pengirim pesan. Kotak suara menyebutkan nomor itu tidak aktif. Sari men-goggling nomor tersebut. Nomor itu milik Prita Kinara.

Satya makin pucat. Prita salah satu dari mereka yang hilang. Kedua rekannya bergidik ketakutan. Pesan dari hantu? Atau selama ini pesan itu tertunda di awan? Entahlah.

Rupanya tak semuanya hilang. Hanya ada enam yang hilang, termasuk Prita dan Rama. Fred ditemukan dalam kondisi lemas. Sampai sekarang ia tak bisa diminta bercerita apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan Her ditemukan terbujur kaku. Ia mengalami serangan jantung.

Dari cerita penjaga hutan, ia tak merasa dihubungi oleh siapapun dari anggota rombongan. Mirda, si penjaga hutan, bersikeras hari itu tak ada siapapun yang berjaga di pondok selain dirinya.

- - - tamat - - -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun