Kasus yang mendapat prioritas yaitu kasus pelanggaran berat HAM, terorisme, korupsi dan pencucian uang, perdagangan orang, penyiksaan dan penganiayaan yang berat, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak, serta tindak pidana lainnya yang bisa mengakibatkan saksi dan korban terancam keselamatannya.
Perlindungan dan bantuan dari LPSK terdiri dari perlindungan fisik saksi dan korban seperti pengawalan dan rumah aman, pemenuhan hak prosedural seperti pendampingan dan nasihat hukum, bantuan medis, psikologis, dan psikososial, serta restitusi (ganti rugi) dan kompensasi.
Sementara itu khusus untuk kasus korupsi, LPSK telah memiliki aplikasi Whistleblowing Online System TEGAS yang memudahkan masyarakat untuk melaporkan tindakan korupsi di sekelilingnya. Identitas pelapor bisa disamarkan. Aplikasi whistleblowing ini yang telah diluncurkan tahun lalu terkoneksi dengan 17 kementerian sehingga diharapkan membantu mewujudkan aparat yang bersih.
Selain mengoptimalkan teknologi TIK, LPSK meningkatkan kualitas layanan dengan sistem jemput bola. Tidak semua masyarakat memiliki keberanian ataupun pengetahuan untuk berinisiatif melapor dan meminta perlindungan, LPSK bisa bertindak sebagai pihak yang aktif untuk menawarkan bantuan, seperti yang dilakukan baru-baru ini terhadap Baiq Nuril yang mengalami kasus pelecehan dan dilaporkan karena dianggap melanggar UU ITE. LPSK membantu memerjuangkan agar Baiq Nuril dapat kembali bekerja dan mendapatkan ganti rugi.
Ke depan LPSK diharapkan lebih aktif melayani masyarakat sehingga upaya penegakan hukum dan mewujudkan Indonesia bebas korupsi bisa tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H