Sabtu (28/7) matahari nampak bersahabat. Jarum jam memang baru menunjukkan pukul sembilan, sehingga sinarnya tidak begitu menyengat. Kami pun siap berkeliling Cikini bersama Jakarta Good Guide untuk melakukan wisata sejarah.
Sebagian besar peserta merupakan alumni Danone Blogger Academy Batch Pertama. Acara Walking Tour rute Cikini ini merupakan rangkaian acara Temu Kangen Blogger Academy I sekaligus merupakan kode bahwa seleksi Danone Blogger Academy Batch Kedua akan segera dimulai.
Tur sejarah Cikini ini membuatku terusik. Sudah seringkali aku melewati rute ini, namun yang kuketahui tentang sejarah kawasan ini tergolong minim. Paling-paling hanya sekedar tahu tentang bubur ayam Cikini yang terkenal lezat dan Bioskop Megaria alias Metropole yang dulu sering jadi tempat favorit nonton ketika aku masih ngekos di kawasan  Cempaka Putih.
Perjalanan wisata sejarah ini dimulai dari Gedung Joeang atau yang juga dikenal dengan nama.Menteng 31. Gedung yang merupakan salah satu museum ini dulunya adalah sebuah hotel bernama Hotel Schoemper. Setelah kependudukan Jepang, bangunan ini menjadi pusat pergerakan pemuda.
Perjalanan kemudian berlanjut ke Kantor Pos Cikini yang buka 24 jam. Bangunan kantor pos yang dulu bernama Tjikini Post Kantoor ini memiliki unsur art deco. Dulunya kantor pos ini menjadi favorit bagi para filatelis pada tahun 1970-an karena menjadi pusat penjualan perangko.
Dari Kantor Pos Cikini kami melanjutkan perjalanan berjalan kaki. Trotoar yang kami tapaki memiliki lukisan mural yang jarang kuperhatikan. Proyek mural ini merupakan kerja sama Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta dan Korean Association tahun 2015. Gambar mural yang masih nampak jelas di antaranya permainan tradisional congklak dan sepasang ondel-ondel. Sayangnya mural tersebut mulai pudar.
Mencicipi Roti dan Es Krim Resep Kuno
Menyusuri Cikini tak lengkap jika tak mencicipi sajian kulinernya. Ada banyak kuliner legendaris di sini selain Pempek Megaria, Gado-Gado Bonbin, dan Bubur Ayam Cikini. Dua sajian yang setia menggunakan resep puluhan tahun adalah roti dan es krim.
Roti bermerk Tan Ek Tjoan masih digemari hingga saat ini. Meskipun pabrik dan tokonya sudah kembang kempis di tengah serbuan toko roti modern, penjaja roti kuno ini masih mudah dijumpai.
Aku membeli rasa kombinasi. Isiannya ada stroberi, alpukat, kopyor, dan cokelat. Rasa paling enak menurutku adalah cokelat. Rasa cokelatnya terasa banget.
Sepanjang jalan Cikini dari Kantor Pos Cikini menuju Stasiun Cikini terdapat berbagai bangunan bersejarah. Kami menjumpai A. Kasoem Cikini Optikal yang bangunannya nampak baru. Rupanya Atjoem Kasoem adalah pionir optik di Indonesia. Ia memprakarsai toko kacamata di Indonesia pada tahun 1938 di Bandung karena ia percaya sebagian orang perlu kaca mata untuk membaca indera penglihatannya, ia kemudian terus melebarkan sayapnya ke 10 kota besar.Â
Kemudian ada toko Laba-Laba yang sejak dulu dikenal sebagai reparasi barang-barang dari kulit. Toko ini juga sama tuanya dengan optik Kasoem, yakni mulai hadir akhir tahun 1930-an.
Kami singgah sejenak di rumah dan ruang kerja Menteri Luar Negeri Pertama, Achmad Soebardjo. Sebelumnya kami berhenti di SMPN 1 Jakarta dan Yayasan Perguruan Cikini. SMPN 1 Jakarta dulu sekolah pribumi pertama setelah adanya kebijakan politik etis. Sedangkan Yayasan Perguruan Cikini menjadi saksi percobaan pembunuhan kepada Presiden Soekarno.
Bonbin ini sudah lahir tahun 1864. Selain Bonbin juga ada kolam renang dan pusat olah raga. Baru pada tahun 1969 kebon binatang ini dipindahkan ke Ragunan karena kawasan Cikini sudah ramai dan kondisi lingkungannya sudah tak memungkinkan bagi para satwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H