Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sejenak Berwisata Sejarah ke Cikini

30 Juli 2018   23:18 Diperbarui: 30 Juli 2018   23:46 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Walking Tour berawal dari sini (dokpri)

Sabtu (28/7) matahari nampak bersahabat. Jarum jam memang baru menunjukkan pukul sembilan, sehingga sinarnya tidak begitu menyengat. Kami pun siap berkeliling Cikini bersama Jakarta Good Guide untuk melakukan wisata sejarah.

Sebagian besar peserta merupakan alumni Danone Blogger Academy Batch Pertama. Acara Walking Tour rute Cikini ini merupakan rangkaian acara Temu Kangen Blogger Academy I sekaligus merupakan kode bahwa seleksi Danone Blogger Academy Batch Kedua akan segera dimulai.

Tur sejarah Cikini ini membuatku terusik. Sudah seringkali aku melewati rute ini, namun yang kuketahui tentang sejarah kawasan ini tergolong minim. Paling-paling hanya sekedar tahu tentang bubur ayam Cikini yang terkenal lezat dan Bioskop Megaria alias Metropole yang dulu sering jadi tempat favorit nonton ketika aku masih ngekos di kawasan  Cempaka Putih.

Perjalanan wisata sejarah ini dimulai dari Gedung Joeang atau yang juga dikenal dengan nama.Menteng 31. Gedung yang merupakan salah satu museum ini dulunya adalah sebuah hotel bernama Hotel Schoemper. Setelah kependudukan Jepang, bangunan ini menjadi pusat pergerakan pemuda.

Walking Tour berawal dari sini (dokpri)
Walking Tour berawal dari sini (dokpri)
Bangunan yang didirikan tahun 1920-an ini masih terawat. Di dalamnya terdapat koleksi foto-foto dokumentasi, lukisan, dan diorama yang melukiskan perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan. Koleksi lainnya yang istimewa adalah mobil dinas Presiden dan wakil Presiden Pertama serta mobil peristiwa sebuah pengeboman di Cikini.

Perjalanan kemudian berlanjut ke Kantor Pos Cikini yang buka 24 jam. Bangunan kantor pos yang dulu bernama Tjikini Post Kantoor ini memiliki unsur art deco. Dulunya kantor pos ini menjadi favorit bagi para filatelis pada tahun 1970-an karena menjadi pusat penjualan perangko.

Dari Kantor Pos Cikini kami melanjutkan perjalanan berjalan kaki. Trotoar yang kami tapaki memiliki lukisan mural yang jarang kuperhatikan. Proyek mural ini merupakan kerja sama Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta dan Korean Association tahun 2015. Gambar mural yang masih nampak jelas di antaranya permainan tradisional congklak dan sepasang ondel-ondel. Sayangnya mural tersebut mulai pudar.

Mural dakon yang indah di Cikini (dokpri)
Mural dakon yang indah di Cikini (dokpri)
Canda dari Jakarta Good Guide yang memandu kami bercerita Tjikini sejak dulu sudah banyak kafe, toko, dan menjadi salah satu pusat rekreasi. Oleh karenanya kafe dan toko kue di sini banyak yang usianya sudah tua, ada yang berusia puluhan tahun.

Mencicipi Roti dan Es Krim Resep Kuno

Menyusuri Cikini tak lengkap jika tak mencicipi sajian kulinernya. Ada banyak kuliner legendaris di sini selain Pempek Megaria, Gado-Gado Bonbin, dan Bubur Ayam Cikini. Dua sajian yang setia menggunakan resep puluhan tahun adalah roti dan es krim.

Roti bermerk Tan Ek Tjoan masih digemari hingga saat ini. Meskipun pabrik dan tokonya sudah kembang kempis di tengah serbuan toko roti modern, penjaja roti kuno ini masih mudah dijumpai.

Penjualnya masih banyak (dokpri)
Penjualnya masih banyak (dokpri)
Yang paling difavoritkan adalah roti bapang dan bimbam. Aku membeli dua buah roti bapang yang berwarna cokelat dengan taburan wijen. Rotinya bertekstur padat dan mengenyangkan. Paling sedap menyantap roti ini dengan secangkir kopi hitam panas. Harganya enam ribuan per buahnya.

Disantap dengan kopi panas makin mantap (dokpri)
Disantap dengan kopi panas makin mantap (dokpri)
Setelah memburu roti maka target berikutnya adalah es krim yang juga bertekstur padat. Es krim tersebut bernama Tja Njang yang mulai dipasarkan tahun 1951. Es krimnya teksturnya tidak sehalus es krim modern. Harga per cup-nya relatif mahal yakni Rp 15 ribu. Rasanya beragam, di antaranya ada kopyor, stroberi, cokelat, alpukat dan tape ketan.

Aku membeli rasa kombinasi. Isiannya ada stroberi, alpukat, kopyor, dan cokelat. Rasa paling enak menurutku adalah cokelat. Rasa cokelatnya terasa banget.

Es krimnya punya varian rasa banyak (dokpri)
Es krimnya punya varian rasa banyak (dokpri)
Bangunan Bersejarah dan Bonbin Pertama di Jakarta

Sepanjang jalan Cikini dari Kantor Pos Cikini menuju Stasiun Cikini terdapat berbagai bangunan bersejarah. Kami menjumpai A. Kasoem Cikini Optikal yang bangunannya nampak baru. Rupanya Atjoem Kasoem adalah pionir optik di Indonesia. Ia memprakarsai toko kacamata di Indonesia pada tahun 1938 di Bandung karena ia percaya sebagian orang perlu kaca mata untuk membaca indera penglihatannya, ia kemudian terus melebarkan sayapnya ke 10 kota besar. 

Kemudian ada toko Laba-Laba yang sejak dulu dikenal sebagai reparasi barang-barang dari kulit. Toko ini juga sama tuanya dengan optik Kasoem, yakni mulai hadir akhir tahun 1930-an.

Kami singgah sejenak di rumah dan ruang kerja Menteri Luar Negeri Pertama, Achmad Soebardjo. Sebelumnya kami berhenti di SMPN 1 Jakarta dan Yayasan Perguruan Cikini. SMPN 1 Jakarta dulu sekolah pribumi pertama setelah adanya kebijakan politik etis. Sedangkan Yayasan Perguruan Cikini menjadi saksi percobaan pembunuhan kepada Presiden Soekarno.

SMP pribumi pertama (dokpri)
SMP pribumi pertama (dokpri)
Oh ya rupanya jaman dulu Cikini sudah menjadi tempat piknik. Ini terbukti dengan Taman Ismail Marzuki yang dulunya merupakan Kebon Binatang alias Bonbin.

Bonbin ini sudah lahir tahun 1864. Selain Bonbin juga ada kolam renang dan pusat olah raga. Baru pada tahun 1969 kebon binatang ini dipindahkan ke Ragunan karena kawasan Cikini sudah ramai dan kondisi lingkungannya sudah tak memungkinkan bagi para satwa.

Taman Ismail Marzuki ini dulunya Bonbin (dokpri)
Taman Ismail Marzuki ini dulunya Bonbin (dokpri)
Sebenarnya masih banyak bangunan bersejarah yang belum kami kunjungi. Cerita jalan-jalannya ditutup sampai ini karena masih ada sesi materi Content Strategi & Analysis dan The Power of Writing.

Lihat foto-foto ini jadi kangen keseruan Danone Blogger Academy tahun lalu (dokpri)
Lihat foto-foto ini jadi kangen keseruan Danone Blogger Academy tahun lalu (dokpri)
Sebagai penutup, bersiaplah dengan kegiatan Blogger Academy Batch 2 karena pendaftaran bakal segera dimulai. Siapkan artikel kesehatan dan nutrisi terbaik Kalian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun