Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Suasana Malam Ramadan yang Khas Tiap Kota

10 Juni 2018   08:42 Diperbarui: 10 Juni 2018   09:00 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langit masih gelap. Jalanan Jakarta Timur berkilauan oleh lampu-lampu jalan. Kami memulai perjalanan menuju timur Jawa. Di beberapa masjid sepanjang yang kulewati nampak ramai oleh mereka yang melakukan itikaf. Selama sepuluh hari terakhir ibadah Ramadan, khususnya malam ganjil, mereka meramaikan masjid untuk semakin mendekatkan diri ke Ilahi.

Tak terasa bulan Ramadan memasuki satu minggu pamungkas. Bulan yang penuh berkah ini sebentar lagi akan berganti dengan bulan Syawal.

Selama 10 hari Ramadan aktivitas manusia beragam. Ada yang makin rajin beribadah dan melakukan itikaf demi mendapatkan keberkahan malam Lailatul Qadar yang kebaikannya lebih dari 1000 bulan. Ada juga yang sibuk berbelanja kebutuhan lebaran, dan ada juga yang seperti aku, berkonsentrasi untuk melakukan perjalanan panjang berjam-jam mendatang.

Malam Ramadan dimaknai dengan beragam aktivitas oleh umat Islam, dengan tujuan akhir sama untuk mendekatkan diri dan memohon ampunan kepada Sang Pencipta. Bentuk aktivitasnya nya bisa jadi berbeda antara satu sama lain. Ada yang melakukan sholat tarawih, melakukan tadarus Al-Qu'ran, dan adapula yang tetap melakukan kegiatan seperti biasa sambil tetap  beribadah.

Awalnya kupikir pada bulan puasa ini, pekerjaan lebih santai dan aku bisa lebih fokus beribadah. Tapi ternyata beban kerjanya malah cukup berat karena ada pekerjaan yang tenggat waktunya mendekati libur lebaran. Rabu malam pun masih harus lembur. Alhasil baru dua hari jelang liburan aku bernafas lega. Tak apa-apalah Insya Allah masih ada waktu nanti di Malang untuk lebih giat beribadah. Apalagi masjidnya dekat di rumah dan merupakan masjid yang kukenal akrab sejak kanak-kanak.

Malam Ramadan itu khas dan berbeda dengan bulan-bulan biasa

Malam Ramadan itu suka bikin kangen karena suasananya yang khas dan berkesan. Malam Ramadan di satu tempat dengan tempat lainnya juga berbeda. Malam Ramadan yang kurasakan di Malang, Surabaya, dan Jakarta juga tak pernah persis sama. Suasananya juga berbeda dengan yang kualami saat masih anak-anak, remaja, ketika dewasa, juga saat melakukan hubungan jarak jauh dengan pasangan.  

Apa sih yang bikin beda? Kegiatan-kegiatan selama malam Ramadan itu beragam dan tidak hanya terpusat di pusat peribadatan.

Waktu kecil biasanya sekolah dan masjid dekat rumah mengadakan acara pesantren kilat. Kegiatannya seharian, dari pagi hingga sholat tarawih berjamaah. Saat remaja dan dewasa, aku mencobai beberapa kali ikut kegiatan Nuzulul Qur'an yang merupakan malam peringatan turunnya Al-Qur'an. Kegiatan ini juga berbeda-beda bergantung penyelenggaranya.

Kegiatan Nuzulul Qur'an pertama kualami waktu duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Awalnya kupikir kegiatannya bakal semalaman karena ceritanya tadarusan hingga selesai 30 juz. Bahkan, kupikir berlanjut sampai hari berikutnya, karena menamatkan 1 juz juga perlu waktu. Tapi ternyata ada pembagian ayat, hingga satu siswa tidak sampai satu juz. Tidak sampai pukul sembilan malam kami sudah bisa pulang ke rumah.

Pengalaman berbeda kualami ketika ikut peringatan Nuzulul Qur'an di Masjid Istiqlal. Saat itu pembacaan Al-Qur'an hanya diwakili dua orang dari Arab Saudi dan membaca sebagian ayat dari sebuah surat. Prosesnya ternyata lama dan dilakukan sebelum sholat tarawih. Saat selesai jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Di masjid dekat rumah di Malang biasanya kami membaca doa Qunut seusai sholat Witir pada sepuluh malam terakhir. Pada malam ganjil biasanya jamaah diberikan pilihan untuk ikut sholat witir atau tidak karena masjid membuka pintu bagi yang ingin beritikaf. Biasanya sejak pukul 01.30-02.00 masjid mulai ramai dikunjungi jamaah hingga waktu sahur tiba. Suasana ini berbeda dengan masjid di Jakarta Timur dekat rumah, mereka lebih memilih bermalam daripada baru ke masjid pada dini hari. Perbedaan ini menarik dan memberi kesan tersendiri.

Itu ceritaku tentang malam Ramadan. Bagaimana dengan ceritamu Kompasianer?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun