Waktu kali pertama aku merasakan mudik, meskipun hanya Surabaya-Malang rasanya begitu senang. Melakukan puasa Ramadan tanpa sanak saudara rasanya ada yang kurang. Aku jadi merasa kangen rumah. Ketika melihat bus-bus penuh sesak dan jalan dari Pasuruan ke Malang ramai padat aku malah kegirangan. Aku merasa seolah-olah penuh perjuangan menuju kampung halamanku.
![Saat mudik dengan jalan berbeda dan melihat pemandangan baru memberikanku cerita baru (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/06/07/bumiayu-5762c9c75a7b61c50a7b8aaf-5b194c7216835f36a1564432.jpg?t=o&v=555)
Pulang sebelum lebaran dan setelah lebaran juga berbeda. Aku pernah mengalaminya dan membandingkannya. Paling enak mudik beberapa hari sebelum lebaran karena bisa membantu Ibu menyiapkan hidangan lebaran. Pada saat hari H kami bisa bertemu sanak saudara secara lebih lengkap. Baru setelahnya dapat bertemu dengan sanak saudara yang lebih jauh dan kawan-kawan masa kecil.
Mudik membuatku ingat akan jejak masa kecilku dan akar diriku. Setiap perjalanan mudik juga memberikanku cerita baru.
![Bertemu dengan pick up ini di jalan membuatku tertawa geli (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/06/07/truk-isi-babi-5762ca325a7b61e40a7b8aab-5b194d485e137322494eb7a2.jpg?t=o&v=555)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI