Aroma gurih dan manis dari kue yang dipanggang itu mulai mengisi ruangan. Wangi makanan itu tertangkap oleh hidungku dan membuatku tak sabar untuk segera mencicipinya. Aku mengintip kue-kue kering itu dari balik pintu transparan oven. Kemudian membuka pintunya.
Kutarik satu loyang kue kering kemudian kutusuk dengan lidi. Meski kue keringnya sudah mengembang, rupanya masih belum benar-benar matang. Aku pun mendorong kembali loyangnya dan menutup pintunya. Lima menit lagi deh.
Bikin kue kering menurutku gampang-gampang susah. Apalagi jika menggunakan otang, oven tangkring di atas kompor yang menurutku panasnya kurang merata. Panas yang diterima oleh loyang teratas dan terbawah bisa jadi berbeda, sehingga harus rajin-rajin dipindahkan dan dicek.
Dulu kakak laki-laki dan ibu yang rajin memeriksa tingkat panas dan tingkat kematangan masing-masing untuk loyang dan kue kering. Tak apa-apa agak lama dan repot, asal kue matang dengan sempurna. Apalagi jika bikin kastengel yang ukurannya agak tebal dibanding rata-rata. Maka perlu kerja ekstra agar kue dipastikan matang. Kalau tidak matang bisa sakit perut dong.
Sejak punya mixer dan otang, Ibu dan kami jadi suka membuat kue. Percobaan pertama kali adalah cake dan cukup berhasil. Setelah itu, aku mengusulkan untuk membuat kue kering sendiri buat lebaran. Kalau misalkan nanti kuenya tidak enak, ya dimakan sendiri. Ibu dan kakak setuju. Ayah tak ambil pusing, ia siap mencicipi. Maka jadilah kami dalam beberapa hari setelah tarawih, dilanjut saat sahur, sibuk membuat kue kering.
Kami kemudian berbagi tugas. Aku mengocok telur dengan mixer serta mencampurnya dengan bahan-bahan lain. Kakak perempuan membentuk dan mencetak kue. Sedangkan kakak laki-laki siap dalam urusan panggang-memanggang. Ibu fokus dalam urusan memeriksa kematangan. Ayah cukup mengetahui apakah kue keringnya layak disajikan atau tidak.
Kegemaran membuat kue kering itu masih berlanjut. Namun kini aku dibantu pasanganku. Ia yang membantuku memanggang kue-kue itu.
Bedanya dengan saat aku masih tinggal bersama orang tua, saat ini aku lebih suka mrmbuat dengan bahan yang tersedia dan tak ingin dipusingkan dengan timbangan kue. Bahkan kadang-kadang telurnya tidak kukocok dengan mixer. Hasilnya tekstur kue-kue itu berbeda. Ada yang agak bantat, ada juga yang sifatnya renyah.
Ada banyak hidangan hari raya yang kadang-kadang kami cicil beberapa hari sebelumnya, seperti membuat ketupat. Kakak iparku pandai membuat ketupat. Â Sedangkan aku suka membantu Ibu dalam membuat es podeng dan membuat telur petis pada H-1 sebelum lebaran. Kakak perempuan biasanya membantu Ibu mengisi ketupat dengan beras dan memasaknya hingga tanak. Yup kegiatan ini akan kurasakan lagi karena aku bakal mudik ke Malang beberapa hari jelang 3lebaran.
Katakan rasa sayangmu ke keluarga lewat masakan. Bisa bikin kue kering rame-rame dan kemudian disantap bareng juga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H