Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bunyi Misterius Itu Membuyarkan Kekhusyukan Tarawih

22 Mei 2018   09:00 Diperbarui: 22 Mei 2018   09:01 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sholat jamaah pada saat bulan Ramadhan banyak dicari (dok. Muntaha)

Setiap tahun bulan ramadhan memiliki sebuah cerita yang berkesan. Sebuah atau beberapa kisah menarik selama bulan suci itu tak pandang genre apakah genrenya komedi atau genre yang membuat haru biru. Kali ini bahas cerita konyolnya deh. Sebuah kisah saat aku masih remaja, masa SMP.

Pesantren kilat itu lekat dengan kehidupan anak sekolahan. Setiap bulan Ramadhan biasanya pihak sekolah mengadakan acara pesantren kilat, baik yang menginap ataupun yang seharian, dari pagi hingga sholat tarawih usai. Sejak SD hingga aku SMA, acara ini selalu ada.

Aku sendiri telah mengikuti pesantren kilat masa SMP lebih dari yang diwajibkan karena dapat undangan khusus saat malam Nuzulul Qur'an. Alhasil aku tak begitu antusias dengan acara ini karena ingin istirahat menikmati suasana Ramadhan bersama keluarga di akhir pekan.

Kegiatan ini kadang-kadang membosankan bagi sebagian siswa. Biasanya jumlah siswa yang bertahan hingga acara selesai pun tidak seluruhnya. Ada saja yang diam-diam kabur, pulang atau keluyuran bersama kawan-kawannya. Mereka pun nekat memanjat tembok yang memisahkan SMP kami dengan sebuah rumah sakit. Bahkan mereka tak peduli dengan cerita-cerita angker tentang rumah sakit tersebut. Yang penting bisa sok gagah-gagahan, mampu kabur dari situasi tersebut.

Aku sendiri juga mulai mengantuk karena acara dimulai sejak pukul delapan pagi. Ingin rasanya waktu Isya segera tiba dan tarawih dilaksanakan. Aku sendiri harap-harap cemas dengan jumlah rakaatnya. Kalau 23 rakaat bisa-bisa sampai rumah pukul 21.00 WIB ke atas nih.

Akhirnya waktu yang dinanti-nanti para murid yang masih bertahan pun bergulir. Setelah antri wudlu, para siswi pun berkumpul di aula siap melakukan sholat Isya berjamaah disusul sholat tarawih dan witir.

Rupanya acara tak berjalan sesuai harapan siswa. Setelah Isya masih ada kultum. Kali ini kultumnya dilakukan oleh perwakilan tiap kelas. Setiap kelas diberikan kesempatan menyampaikan kultum. 

Waduh aku mencoba menghitung waktu. Jumlah kelas 3 SMP waktu itu seingatku ada 11 karena sampai 'K'. Tujuh kali sebelas jadinya 77 atau satu jam lebih, belum lagi jeda pergantian. Bisa-bisa 1,5 hingga 2 jam sendiri. Kami pun pucat. Yang pertana kami bisa kebosanan mendengar ceramah teman-teman kami. Yang kedua, kami bakal susah menahan keinginan untuk buang air atau menahan hadas lainnya jika selama itu.

Untunglah mungkin karena siswa mulai bosan dan rame sendiri seperti lebah maka pihak sekolah menyetop kultum tersebut setelah beberapa perwakilan kelas. Kami bersorak-sorai. Sebaliknya perwakilan kelas yang tidak jadi tampil nampak sedih. Mungkin mereka sudah berhari-hari menyiapkan kultum terbaiknya. Waktu hari 'H' eh malah mereka batal manggung.

Akhirnya sholat tarawih pun dimulai. Aku terkejut ketika bangkit dengan terhuyung-huyung. Rupanya kakiku selama ini kesemutan dan kebas. Ketika berdiri kakiku bak hilang. Aku masih terhuyung-huyung menanti kakiku kembali. Aku pun bersusah payah menjaga keseimbanganku.

Sudah empat rakaat. Kalau benar hanya delapan rakaat untuk tarawih, maka tinggal empat rakaat lagi kemudian tiga untuk witir. Setelah itu bisa pulang deh.

Rupanya hari itu terasa berat dan juga kocak. Saat kami bangkit lagi untuk memulai rakaat kelima, terdengar sebuah bunyi misterius. Awalnya aku mengacuhkan bunyi lirih itu. Tapi,bunyi itu tidak kunjung berhenti dan nadanya meliuk-liuk semakin tinggi. Itu bunyi yang familiar! Badanku mulai bergetar. Bunyi misterius  itu menyentuh emosiku, menggetarkan sendi-sendi tubuhku. Badanku semakin bergetar, aku sibuk menahan tawaku.

Sementara itu sumber bunyi misterius itu pun terlacak. Pelakunya menahan malu, sedangkan kawan-kawan sekelilingnya pun tak kuasa membendung keinginan untuk tertawa lepas. Ia pun kemudian ikut tertawa dan tertawa. Jenis tawa yang menular dan bakal lama.

Korban-korban bunyi misterius itu meluas. Mereka tertular virus tawa. Tawa itu pun membuyarkan konsentrasi mereka untuk tetap menjalankan ibadah tarawih. 

Badanku semakin terguncang. Aku juga menahan tawa dan semakin susah ketika shaf di belakangku sudah porak-poranda, diobrak-abrik oleh virus tawa. Duh aku kemudian mengatur nafas dan cukup berhasil hingga tarawih usai.

Sambil menunggu sholat witir dimulai, aku mengamati korban-korban bunyi misterius itu. Korban virus itu punya kemiripan, wajah kemerahan lelah tertawa, lemas, dan masih ada usaha untuk tertawa meskipun rahang sudah terasa kaku karena capek tertawa. Pelaku bunyi itu juga nampak kelelahan tertawa. 

Menahan tawa itu susah. Tawa itu juga menular (sumber: pixabay)
Menahan tawa itu susah. Tawa itu juga menular (sumber: pixabay)
Korbannya ada dua deret shaf. Shaf sederet dengan pelaku dan di belakangnya. Wuiiih hebat juga korban bunyi unik dan virus tawa itu. Mereka pun bersiap pulang, tak meneruskan sholat lagi karena sudah enggan wudlu lagi dan hilang fokus. Sholatnya bisa dilanjut di rumah.

Rupanya pelakunya tak bisa menahan diri mengeluarkan bunyi alamiah tubuh karena waktu yang lama menunggu untuk sholat tarawih. Wajar sih. Aku saja sudah kesemutan dan seolah-olah kaki menghilang.

Meski sudah belasan tahun kejadian itu lewat, aku masih bisa mengingat kejadian itu. Setelahnya aku pun terkikik geli. Mungkin jika aku bertemu dengan pelaku bunyi itu aku bakal tertawa terbahak-bahak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun