Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Nambah Ilmu Literasi Beragam Topik di GWRF 2018

8 April 2018   15:10 Diperbarui: 8 April 2018   15:30 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sweeta terinspirasi dari kisah pewayangan dalam membuat komik (dokpri)

Apakah Kalian tertarik atau sedang belajar menjadi komikus atau penulis horor dan thriller? Kemarin (Sabtu, 7/4) aku mendapat asupan bergizi dari Gramedia Writers and Readers Forum (GWRF) tentang tips-tips dalam menyusun genre penulisan tersebut.

Beruntung kemarin acara nobar KOMiK diadakan di Perpusnas bersamaan dengan penyelengggaraan GWRF 2018. Jadinya setelah acara nobar, aku pun lanjut dengan menjadi peserta berbagai sesi diskusi yang menarik. Lumayan, aku dapat tiga sesi diskusi kemarin, dari Menggerakkan Literasi melalui Social Media, Komik Indonesia itu Asyik, dan Antimainstream dengan Cerita Horor dan Thriller.

Di sesi diskusi Komik Indonesia itu Asyik, peserta mendapat materi dari Sweta Kartika dan Jasmine Surkatty. Peserta sesi diskusi komik beragam dari anak-anak, remaja, hingga kaum dewasa.

Selama satu dekade terakhir ini komik dengan ciri lokal Indonesia kembali bangkit. Awalnya komik Indonesia  berjaya dengan adanya komik jagoan lokal seperti Gundala dkk, komik kocak Gareng Petruk, dan komik wayang dari RA Kosasih. Sekitar tahun 90-an serbuan komik impor terutama manga dan komik Eropa mendominasi toko buku. Baru kemudian pada pertengahan tahun 2000-an komik lokal kembali hadir.

Komik-komik seperti Beni dan Mice pun jadi favorit. Ada juga komik religi yang dipopulerkan oleb Vbi Djenggoten. Saat ini komik-komik lokal semakin beragam dari tema dan punya gaya coretan yang khas.

Siapa Sweeta Kartika? Aku sendiri juga masih asing karena sudah lama tidak memutakhirkan pengetahuan tentang komik lokal. Rupanya Sweeta komikus yang beken lewat karyanya berjudul H20 Reborn. Komik ini sendiri terinspirasi dari kisah pewayangan Ramayana namun dengan pendekatan berbeda. Ia tidak mengambil pendekatan dari sisi Rama, namun dari kacamata Rahwana. Cerita Ramayana bisa berbeda bergantung sudut pandangnya. Bagi kaum Alengka atau Srilanka, Rahwanalah yang dianggap sebagai pahlawan, ujarnya.

Sweeta terinspirasi dari kisah pewayangan dalam membuat komik (dokpri)
Sweeta terinspirasi dari kisah pewayangan dalam membuat komik (dokpri)
Berbeda dengan komik pewayangan ala RA Kosasih, komik Ramayana ini ber-setting jaman futuristik, dimana pada masa tersebut lazim ditemui robot berukuran besar alias mecha. Cara ini sengaja dipakai Sweeta agar remaja masa kini lebih mudah mengadopsi ceritanya.

Dikisahkan dalam komik ini, Sita adalah gadis buta yang pandai bermain piano. Ia memiliki robot penjaga bernama Hans yang dibuat oleh ayahnya, Profesor Rama. Kecerdasan buatan Hans terus meningkat hingga melampaui protokolnya. Di tempat lain ada sosok yang mengintai Sita dan dengki terhadap kemampuan Hans.

Dengan H20 Reborn ini Sweeta ini mematahkan 'mitos' bahwa karakter komik harus ada yang ganteng dan cantik atau berkarakter sempurna. Di komiknya ini ia malah memberikan gambaran anak punk ke sosok jagoan. Karakter robot di sini juga beragam, tugasnya beragam dan tingkat kecerdasan artificial-nya juga bertingkat.

Dalam menyusun komik, Sweeta lebih suka membuat dialog terlebih dahulu baru membuat tata nilai dan sketsa gambar. Bagi Sweeta siapapun bisa jadi komikus, tidak harus jagoan menggambar. Asal punya ide tentang apa yang ingin disampaikan, ia bisa jadi komikus. Gambarnya?  Bisa dilakukan dengan menyewa seseorang untuk membantunya menggambar. Wah asyik juga ya.

Jasmine sendiri memiliki awalan yang berbeda dengan Sweeta ketika menjadi komikus. Awalnya ia suka mengunggah komiknya di media sosial, eh rupanya banyak yang tertarik dan memintanya terus membuat. Akhirnya ia ketagihan membuat komik strip hingga kemudian dibukukan dengan judul Komik Nggak Jelas.

Jasmin suka terinspirasi dari fenomena sosial untuk komiknya (dokpri)
Jasmin suka terinspirasi dari fenomena sosial untuk komiknya (dokpri)
Idenya sendiri dari hal-hal sederhana. Awalnya ia suka bosan jika dosen lebih banyak menyampaikan teori. Di sela-sela mendengarkan penjelasan dosen, iapun menggambar. Ia menggambar murid yang jenuh mendengar dosen. Selain banyak dapat ide dari aktivitas di perkuliahan, ia juga banyak sumber gagasan selama di perjalanan dan ketika melihat fenomena sosial.

Ia selalu siap dengan catatan di hape. Setiap ide meluncur iapun segera rekam. Baginya ide membuat komik tak harus muluk-muluk. Bisa dari fenomena sosial ditambah sedikit hiperbola, jadi deh.

Coretan Jasmin terkesan sederhana. Ia beralasan semakin ringan gambar maka semakin jelas punchlines-nya.

Bagaimana Jadi Novelis Horor dan Thriller?

Usai mendapat gambaran tentang membuat komik, akupun pindah ke ruangan sebelah, masih di perpusnas lantai 4. Sebenarnya aku juga ingin terlibat di diskusi bersama Tere Liye di lantai 2, tapi kupikir-pikir pesertanya pasti sudah berlimpah dan banyak yang menuliskan. Akhirnya aku memilih sesi diskusi Antimainstream dengan Cerita Horor dan Thriller bersama Ade Igama, Lexie Xu, dan Hana Mizukimega.

Ada banyak ide seputar tema horor dan thriller, bisa tentang horor hantu yang seram, atau horor bercampur komedi dan kisah romantis. Tapi bagaimana jika penulisnya sendiri takut dengan cerita seram, bagaimana antisipasinya?

Hana sendiri mengaku jika ia anak indigo. Banyak kisah seram bersumber dari pengalamannya, jadi sepertinya hal tersebut sudah biasa dialaminya. Sedangkan Lexie juga sering takut sendiri. Ia mengukur apakah cerita horornya seram atau tidak dengan mengucapkan kalimat atau dialog dalam ceritanya. Jika ia ketakutan sendiri jadinya memang ceritanya berhasil. Agar tidak terlalu menakutkan maka ia suka menyisipinya dengan adegan komedi. Kan jarang-jarang saat lari ketakutan itu tokohnya malah terpleset atau melakukan hal konyol lainnya, jelasnya. Sedangkan Ade menyarankan untuk menulisnya pagi atau siang hari.

Penulis bisa menggunakan outline ataupun tidak (dokpri)
Penulis bisa menggunakan outline ataupun tidak (dokpri)
Ade menambahkan, ia suka mengeksplorasi suasa horor. Seperti apa sih psikologis seseorang saat berada di situasi tersebut. Ia juga ber-brain storming untuk perwujudan hantunya, semakin terdeskripsi dengan detail maka akan semakin bagus. Pasalnya, tujuan menulis horor atau thriller adalah membikin takut dan tegang pembaca.

Ade Igama dan Lexie berbagi tips. Yang utama dalam membuat novel adalah premis, karakter dan kemudian batasan karakter. Jika karakter A mendapat perlakukan khusus maka ia bereaksi seperti apa. Modal ini bisa dikembangkan untuk genre apapun termasuk horor. Ade kemudian menambahkan  jika penulis bisa memilih antara membuat outline atau tidak. Stephen King termasuk yang tidak suka membuat outline. Ia hanya membuat karakter dan memiliki ide. Ia menyusun ceritanya perlahan-lahan yang ia ibaratkan menggali fosil.

Ngobrol Macam-macam Bersama Maman Suherman

Pada sesi sebelumnya dengan tema Menggerakkan Literasi Melalui Media Sosial, kang Maman Suherman dan Bernard Batubara membahas banyak hal, dari peran pustakawan, isu terkini di medsos terkait literasi, dan tentang plagiasi.

Media sosial memang memiliki keuntungan dan juga keterbatasan. Bernard merasa terbantu, semakin didekatkan dengan pembaca dengan adanya medsos. Ia bisa tahu tanggapan pembaca lebih cepat dengan adanya medsos.

Ada banyak bahasan menarik bersama Kang Maman (dokpri)
Ada banyak bahasan menarik bersama Kang Maman (dokpri)
Dengan adanya e-book ataupun cerpen gratisan di medsos ia juga tak bermasalah. Kang Maman juga merasa tak ada dikotomi antara buku cetak dan e-book, semua punya pangsa pasar dan segmen masing-masing.

Tentang isu plagiasi keduanya berbeda pendapat. Bernard merasa era saat ini susah untuk mendapatkan karya yang benar-benar original. Bisa jadi si penulis mendapatkan ide dari buku yang pernah dibacanya. Sedangkan kang Maman sangat keras dengan plagiator. Sayang hingga saat ini tidak ada pengadilan sastra atau pengadilan literasi, ujarnya.

GWRF 2018 Ditutup Petang Ini

Bagi Kalian yang ada di sekitaran Monas dan Medan Merdeka, Kalian masih bisa ikutan acara menarik GWRF. Pada sore ini masih ada empat sesi menarik. Ada sesi Tingkatkan Naskah Tulisanmu dengan Ilustrasi yang Menarik bersama Sarah Amijo dan Emte; Jelajahi Dunia dan Tulis Ceritamu bersama Agustinus Wibowo; Menyayangi Puisi bersama Sapardi Djoko Damono dan Joko Pinurbo yang dipungkasi dengan sesi Musikalisasi Puisi bersama Joko Pinurbo dan Oppie Andaresta.

20180408-145252-5ac9ccc7f13344426c201b82.jpg
20180408-145252-5ac9ccc7f13344426c201b82.jpg
GWRF merupakan rangkaian ajang temu diskusi dan sharing antara penulis dan pembaca. Tahun ini GWRF dihelat dua hari di Perpustakaan Nasional RI di bilangan Medan Merdeka. Total 25 penulis yang terlibat yang merupakan penulis best seller. Mereka di antaranya Leila S. Chudori, Tere Liye, Eka Kurniawan, Sapardi Djoko Damono, Maman Suherman, dan Joko Pinurbo. Selain sesi diskusi, pengunjung juga bisa mendapat masukan tentang naskah yang ditulisnya di Editor's Clinic.

Wah kemarin pesertanya begitu banyak dan seru. Semoga acara semacam ini sering diadakan. Oleh karena literasi jadi salah satu tolak ukur kemajuan sebuah bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun