Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pemberdayaan Pangan Lokal Bikin Anti Kelaparan

5 Desember 2017   13:12 Diperbarui: 10 Agustus 2019   13:44 3799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketahanan pangan penting untuk menuju kemandirian dan kedaulatan pangan, jelas Prof Rindit (dokpri)

Apakah Kalian pernah mendengar gerakan "Sehari Tanpa Nasi"? Aku sering melihat baliho program tersebut sekitar tahun 2012-2014 di Depok. Setiap Selasa, PNS Depok disarankan mengganti nasi dengan karbohidrat lainnya. Serupa dengan program tersebut, Badan Ketahanan Pangan juga mencanangkan program "Isi Piringku" agar masyarakat tidak terfokus pada kebutuhan nasi, melainkan juga menambah konsumsi buah dan sayuran.

Umbi-umbian bisa digunakan untuk bahan pokok agar tidak tergantung beras (foto dari slide Prof Rindit)
Umbi-umbian bisa digunakan untuk bahan pokok agar tidak tergantung beras (foto dari slide Prof Rindit)
Menurut Arie Febrianto STP, MP, peneliti di bidang teknologi industri pangan Unibraw, masyarakat Indonesia masih sulit dipisahkan dari nasi. Rasanya tak kenyang tanpa nasi. Berdasarkan data Susenas tahun 2002, 2005 dan 2008 yang dilakukan BPS-Departemen Pertanian, ketergantungan masyarakat Indonesia akan beras sebagai bahan pangan pokok dari tahun ke tahun semakin tinggi. Pola konsumsi pangan pokok masyarakat di Indonesia telah bergeser dari pola beragam menjadi pola tunggal yaitu beras. Bahkan, beras telah menjadi pangan pokok di berbagai propinsi yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok lokal seperti sagu, jagung atau umbi-umbian.

Untuk mengurangi ketergantungan pada beras maka dilakukan program diversifikasi pangan pokok. Pola konsumsi pangan masyarakat diubah jangan hanya mengonsumsi beras. Pangan yang dikonsumsi harus menerapkan prinsip 3B yaitu beragam, bergizi dan berimbang.

Prof Rindit mengusulkan untuk memopulerkan Combro dari singkong yang kaya gizi (foto dari Prof. Rindit)
Prof Rindit mengusulkan untuk memopulerkan Combro dari singkong yang kaya gizi (foto dari Prof. Rindit)
Singkong dan pisang rebus pas untuk ditemani wedang secang (dokpri)
Singkong dan pisang rebus pas untuk ditemani wedang secang (dokpri)
Di Indonesia terdapat pedoman untuk mengukur diversifikasi konsumsi pangan yang dikenal dengan Pola Pangan Harapan (PPH). Dalam konsep PPH, setiap orang setiap harinya dianjurkan mengkonsumsi pangan yaitu serealia (padi, jagung dan sebagainya), umbi-umbian, pangan hewani, minyak/lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur, dan buah.

Selain jagung dan sorgum, umbi-umbian juga mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai pengganti beras. "Pengolahan umbi-umbian sebagai tepung merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis umbi-umbian, " jelas Arie. Profesor Rindit juga sepakat bahwa sudah waktunya untuk lebih banyak mengelola umbi-umbian seperti singkong. Begitu pula halnya dengan kacang-kacangan.

Menurut FAO, kacang-kacangan ini potensial dikembangkan untuk menjaga ketahanan pangan dan perisai untuk menghadapi perubahan iklim. Kacang-kacangan mampu beradaptasi dengan iklim juga kaya nutrisi. Pengembangan kacang-kacangan juga akan mengurangi ketergantungan akan impor kedelai sebagai bahan pembuat tahu dan tempe.  Kacang-kacangan yang bisa digunakan untuk mengganti kedelai yakni kacang koro benguk, kacang gude, dan kacang tunggak.

Koro bisa digunakan untuk menggantikan kedelai (dokpri)
Koro bisa digunakan untuk menggantikan kedelai (dokpri)
Diamini oleh Betty Teodora, STP, MP peneliti bidang Teknologi Hasil Pangan Unibraw, sebenarnya penelitian di bidang diversifikasi pangan dan pemberdayaan makanan lokal saat ini sudah sangat berkembang. Ada beragam jenis makanan yang bisa digunakan menggantikan beras dan terigu, yaitu tepung sorgum, tepung jagung, tepung mocaf dari  singkong, dan tepung porang dari umbi porang.

Sementara itu, makanan lokal pun mulai digiatkan di berbagai daerah seperti tiwul dan gatot instan di kawasan Gunung Kidul dan sekitarnya, serta pemanfaatan daun kelor di Probolinggo sebagai tepung membuat mie dan kue. Di berbagai daerah, makanan lokal kembali dijadikan sebagai pilihan makanan pokok seperti ubi jalar, gembili, nasek empog/sakelan (nasi jagung), papeda, bubur jemawut, sangeun (nasi dari singkong), lelek (makanan khas Tanimbar dari singkong), geblek (makanan khas Kulonprogo dan Magelang dari singkong), dan kapurung (makanan khas Sulawesi Selatan dari sagu). Di wilayah pesisir seperti Pacitan, hasil perikanan yang melimpah diolah menjadi bandeng asap, tahu isi ikan tuna, sosis ikan tuna, bakso ikan, serta otak-otak ikan. Makanan lokal seperti combro, menurut Prof. Rindit juga sebaiknya diperkenalkan agar dikenal luas karena makanan lokal tersebut kaya akan gizi.

Gatot tiwul dari masyarakat Gunung Kidul menyebar ke berbagai daerah (dokpri)
Gatot tiwul dari masyarakat Gunung Kidul menyebar ke berbagai daerah (dokpri)
Walang goreng juga kaya protein (dokpri)
Walang goreng juga kaya protein (dokpri)
Tempe isi keju untuk menambah rasa dan menaikkan harga jual (dokpri)
Tempe isi keju untuk menambah rasa dan menaikkan harga jual (dokpri)
Wingko Apel lebih kenyang dan menambah nilai ekonomis dari apel (dokpri)
Wingko Apel lebih kenyang dan menambah nilai ekonomis dari apel (dokpri)
Peran Serta Danone Menjaga Ketahanan Pangan

Danone sebagai perusahaan yang memerhatikan masalah nutrisi, menganggap ketahanan pangan adalah sesuatu yang penting. Di Klaten, misalnya, yang merupakan tempat dimana pabrik Danone Sarihusada Generasi Mahardhika (SGM) dan Aqua berdiri.  Danone dengan CSR-nya turut berkontribusi dalam mewujudkan ketahanan pangan di Klaten di antaranya dengan Kawasan Rumah Pangan Lestari, pertanian terpadu, kebun gizi, kebun sehat, dan pemberdayaan pangan lokal, jelas Akhta Suendra yang juga diamini oleh Rama Zakaria, Sustainable Development Manager PT Tirta Investama, Danone Aqua.  

Akhta Suendra, supervisor CSR Sarihusada Jogja Prambanan Factory, Early Life Nutrition (dokpri)
Akhta Suendra, supervisor CSR Sarihusada Jogja Prambanan Factory, Early Life Nutrition (dokpri)
Rama Zakaria, Sustainable Development Manager PT Tirta Investama, Danone Aqua (dokpri)
Rama Zakaria, Sustainable Development Manager PT Tirta Investama, Danone Aqua (dokpri)
Program mewujudkan ketahanan pangan ini selaras dengan misi Danone global yaitu alimentation revolution (revolusi pangan). Tujuannya, seluruh penduduk dunia terhindar dari kelaparan dengan berupaya menyediakan produk nutrisi yang sehat dan mudah diakses setiap orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun