Apakah Kalian pernah mendengar gerakan "Sehari Tanpa Nasi"? Aku sering melihat baliho program tersebut sekitar tahun 2012-2014 di Depok. Setiap Selasa, PNS Depok disarankan mengganti nasi dengan karbohidrat lainnya. Serupa dengan program tersebut, Badan Ketahanan Pangan juga mencanangkan program "Isi Piringku" agar masyarakat tidak terfokus pada kebutuhan nasi, melainkan juga menambah konsumsi buah dan sayuran.
Untuk mengurangi ketergantungan pada beras maka dilakukan program diversifikasi pangan pokok. Pola konsumsi pangan masyarakat diubah jangan hanya mengonsumsi beras. Pangan yang dikonsumsi harus menerapkan prinsip 3B yaitu beragam, bergizi dan berimbang.
Selain jagung dan sorgum, umbi-umbian juga mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai pengganti beras. "Pengolahan umbi-umbian sebagai tepung merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis umbi-umbian, " jelas Arie. Profesor Rindit juga sepakat bahwa sudah waktunya untuk lebih banyak mengelola umbi-umbian seperti singkong. Begitu pula halnya dengan kacang-kacangan.
Menurut FAO, kacang-kacangan ini potensial dikembangkan untuk menjaga ketahanan pangan dan perisai untuk menghadapi perubahan iklim. Kacang-kacangan mampu beradaptasi dengan iklim juga kaya nutrisi. Pengembangan kacang-kacangan juga akan mengurangi ketergantungan akan impor kedelai sebagai bahan pembuat tahu dan tempe. Â Kacang-kacangan yang bisa digunakan untuk mengganti kedelai yakni kacang koro benguk, kacang gude, dan kacang tunggak.
Sementara itu, makanan lokal pun mulai digiatkan di berbagai daerah seperti tiwul dan gatot instan di kawasan Gunung Kidul dan sekitarnya, serta pemanfaatan daun kelor di Probolinggo sebagai tepung membuat mie dan kue. Di berbagai daerah, makanan lokal kembali dijadikan sebagai pilihan makanan pokok seperti ubi jalar, gembili, nasek empog/sakelan (nasi jagung), papeda, bubur jemawut, sangeun (nasi dari singkong), lelek (makanan khas Tanimbar dari singkong), geblek (makanan khas Kulonprogo dan Magelang dari singkong), dan kapurung (makanan khas Sulawesi Selatan dari sagu). Di wilayah pesisir seperti Pacitan, hasil perikanan yang melimpah diolah menjadi bandeng asap, tahu isi ikan tuna, sosis ikan tuna, bakso ikan, serta otak-otak ikan. Makanan lokal seperti combro, menurut Prof. Rindit juga sebaiknya diperkenalkan agar dikenal luas karena makanan lokal tersebut kaya akan gizi.
Danone sebagai perusahaan yang memerhatikan masalah nutrisi, menganggap ketahanan pangan adalah sesuatu yang penting. Di Klaten, misalnya, yang merupakan tempat dimana pabrik Danone Sarihusada Generasi Mahardhika (SGM) dan Aqua berdiri. Â Danone dengan CSR-nya turut berkontribusi dalam mewujudkan ketahanan pangan di Klaten di antaranya dengan Kawasan Rumah Pangan Lestari, pertanian terpadu, kebun gizi, kebun sehat, dan pemberdayaan pangan lokal, jelas Akhta Suendra yang juga diamini oleh Rama Zakaria, Sustainable Development Manager PT Tirta Investama, Danone Aqua. Â