![Banyak sawah beralih rupa menjadi pemukiman, sehingga ketahanan pangan ditanyakan (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/05/padi-menguning2-5a2624c9756db501773c2112.jpg?t=o&v=555)
Hingga 2017 masih ada desa rawan pangan dan desa rawan pangan kronis. Lokasinya tersebar, di Yogyakarta, Jawa Timur, Papua, dan berbagai daerah lainnya di Indonesia. Kasus kelaparan juga pernah terjadi di  Kampung Jewa, Aroanop, Distrik Tembagapura pada 2014 dan NTT pada 2015. Warga di berbagai tempat di NTT tersebut kelaparan hingga terpaksa menyantap pakan ternak.
![Di Indonesia masih terjadi kasus gizi buruk (sumber: Lagizi.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/05/gizi-buruk-5a2625fbda56da4f9b7e8842.jpg?t=o&v=555)
Berdasarkan laporan yang dirilis International Food Policy Research Institute (IFPRI), sebuah lembaga riset di bidang kelaparan dan kekurangan gizi, indeks kelaparan global Indonesia/global hunger index (GHI) pada 2016 dan 2017 masing-masing mendapat skor 21,9 dan 22. Angka ini menunjukkan tingkat kelaparan di Indonesia masuk level serius.
![Infografis Tingkat Kelaparan Global Indonesia yang masuk level serius dan perbandingannya dengan negara lain (sumber: Liputan6.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/05/tingkat-kelaparan-ghi-liputan-6-5a2626550d2d2316c52b9d92.jpg?t=o&v=555)
Indonesia meraih level serius karena ada 19 juta penduduk yang kekurangan gizi dan rata-rata terjadi kasus 2-3 balita dari 100 balita meninggal karena malnutrisi. Dari data IFPRI, 36 dari 100 balita mengalami stunting (tinggi badan tidak sesuai dengan berat badannya karena kurang gizi kronis), dan 13 dari 100 balita memiliki berat badan kurang dari berat badan ideal. Â Sementara itu, berdasarkan data organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) tahun 2015, ada 19,4 juta penduduk Indonesia yang kelaparan setiap harinya.
![Indonesia masih masuk ke level serius untuk tingkat kelaparan (sumber: IFPRI.org)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/05/ghi-2017-5a2626cfcf78db7a813a7132.png?t=o&v=555)
Indeks kelaparan yang masih tinggi di Indonesia tersebut menunjukkan ketahanan pangan di Indonesia belum aman. Hal ini diakui Prof Dr. Rindit Pembayun MP, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. Ia berujar ketahanan pangan di Indonesia masih perlu ditingkatkan agar setiap rumah tangga dapat merasakan kecukupan pangan yang berkualitas.
![Prof Dr. Rindit Pembayun MP, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia menjelaskan Ketahanan Pangan (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/05/prof-rindit-5a262e1cfcf681715434d592.jpg?t=o&v=555)
Urusan ketahanan pangan ini di bawah kendali Badan Ketahanan Pangan. Ada banyak upaya yang telah dilakukan Badan Ketahanan Pangan bersinergi dengan lembaga pemerintah, LSM, dan sebagainya untuk menjaga ketahanan pangan. Program-program yang dilakukan di antaranya pengembangan lumbung pangan kampung, peningkatan kapasitas SDM petani, pembukaan lahan, pengembangan komoditas pangan lokal, serta pemetaan wilayah kerawanan dan kerentanan pangan. Tiga dimensi ketahanan pangan yang digunakan untuk mengidentifikasi wilayah rawan pangan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan penyerapan pangan.
![Contoh peta rawan pangan tahun 2015 (sumber: http://ditjen-pdtu.blogspot.co.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/05/peta-rentan-rawan-pangan-5a262e7efcf68171074d1412.jpg?t=o&v=555)