Mengapa orang dewasa juga perlu berhubungan dengan seni?
Sejak dulu manusia lekat dengan seni. Seni itu indah, membuat penggunanya merasa rileks dan mampu mengekspresikan gagasan dan emosinya, sedangkan bagi penikmatnya sebuah karya seni itu memanjakan mata, menambah pengetahuan dan meningkatkan kepekaan. Aku jadi ingat aku dulu suka ke galeri seni semasa tinggal di Surabaya dan mengumpulkan katalog lukisan. Jika sedang jenuh atau ide sedang buntu, aku memandangi lembar demi lembar katalog tersebut. Dan itu berhasil.
Menurut Pablo Picasso (1881-1973), pelukis kubisme terkenal, every child is and artist. The problem is how to remain an artist once we grow up.
Dulu kesuksesan dan kepandaian seseorang diukur dari nilai akademisnya. Namun satu dekade  terakhir sudah ada kesadaran bahwa seseorang sukses ditentukan banyak faktor .Kreativitas salah satunya, dimana berdasarkan studi dari IBM, 1500 CEO dari 60 negara dan 33 industri menyatakan kreativitas diperlukan untuk kesuksesan dalam sebuah bisnis. Seni merupakan salah satu aktivitas yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Dengan seni maka ada keseimbangan antara otak kanan dan otak kiri.
Jika  dulu cita-cita menjadi seniman diremehkan, maka sekarang siapapun yang menjadi seniman juga bisa menjadi sukses. Bagi yang tidak tertarik menjadi seniman, tapi tetap melakukan hobinya berseni, baik seni kriya, seni musik, dan sebagainya juga sama menariknya dengan hobi lainnya seperti hobi otomotif dan hobi memasak. Keponakanku sudah sejak kelas empat SD memutuskan menjadi komikus dan animator, oleh kakakku ia dibimbing untuk menggambar baik secara manual maupun dengan bantuan komputer. Dan rupanya ia berbakat, gambar-gambarnya semakin baik seiring semakin seringnya ia berlatih. Adiknya yang awalnya ikut-ikutan juga mulai mahir menggambar.
Oleh karena itu yuk sejenak tinggalkan gawai dan mulai mencoret-coret atau mewarnai. Menggambar atau mewarnai tidak harus bagus, yang utama untuk aktualisasi diri dan relaksasi. Kalau hasilnya kurang bagus ya buat koleksi pribadi hihihi.
Hari itu (11/7) langit Jakarta masih gelap ketika ku melaju bersama ojek daring menuju Bentara Budaya. Aku kemudian bertemu bu Indria Salim di persimpangan pasar Palmerah dan berjalan kaki bersamanya. Di Bentara Budaya sudah ada beberapa kompasianer seperti mba Yayat dan bang Zulfikar Akbar.
Bus tigaperempat pun menerobos kemacetan Jakarta. Rupanya kemacetan sepanjang tol Cikampek lebih parah dibandingkan kepadatan jalanan protokol di ibu kota Jakarta. Sejak dari tol Bekasi laju kendaraan terhambat sehingga baru tiba di pabrik Faber-Castell di Cibitung hampir pukul 13.00.