Lalu aku keluar rumah, mengambil topiku dan membuka pagar rumahku. Aku tak tahu apa yang menggerakkanku. Aku merasa harus mencari si Nero.
Aku mulai menjelajah. Misiku menemukan si Nero. Kucari ia di tanah kosong dekat rumahku yang biasa jadi tempat pertemuan kucing-kucing. Nihil.
Aku menyusuri rumah-rumah tetanggaku. Mataku kusapukan ke segala sisi sambil memanggil-manggil nama Nero. Tak ada suara meong parau menjawab panggilanku.
Aku teruskan langkahku ke taman. Hari sudah semakin siang dan semakin panas. Aku tak akan kembali tanpa si Nero. Aku tak mau mengalami hari yang sama.
Aku terduduk lemas di bangku taman. Nero tak terlihat dimana-mana. Nero, Kamu dimanakah?
Keringatku mulai mengalir. Ekor Nero bersifat magis dan hanya terjadi hari ini. Kenapa bisa demikian?
---
Sebuah pencerahan seolah melintas di benakku. Aku berlari, kembali ke arah berlawanan. Ke sebuah tempat di ujung jalan. Ada penggalian di sana, proyek listrik ribuan watt.
Aku semakin kencang berlari. Aku cemas akan nasib kucingku.
Di lokasi penggalian itu aku mengedarkan pandanganku. Mencari-cari sosok berwarna kuning kecokelatan. Lalu aku melihat di dekat selokan pinggir jalan, kucingku itu nampak penasaran dengan kegiatan para pekerja.
Aku memanggil Nero. Sebelum ia kabur, aku menangkapnya. Aku kemudian berlari bak kesetanan dengan Nero meronta-ronta dalam dekapanku.