Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Batik Diapresiasi, Diminati, dan Ditantang untuk Lestari

26 Mei 2017   09:09 Diperbarui: 26 Mei 2017   09:50 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif Bekraf Poppy Savitri menjelaskan tentang perbedaan ketiga jenis batik dan nilai ekonomisnya (dokpri)

Dirinya tertarik menekuni batik dengan pewarnaan alam ini sejak tahun 2006. Saat itu tanaman indigo masih tumbuh liar dan sudah susah dijumpai. Selanjutnya, tanaman ini pun dibudidayakan bersama petani setempat.

Batik dengan pewarna alami ini mudah diterima oleh negara Jepang dan juga negara Eropa yang menggandrungi konsep go green. Selain banyak menggunakan warna indigo, Ketua Yayasan Batik Indonesia ini juga menggunakan pewarna alami lainnya  berbahan kayu. Batik ini kemudian diaplikasikan menjadi beragam busana yang kekinian juga produk batik. Pada acara ini Nita memamerkan koleksi musim panasnya dengan desain beragam yang stylish, cocok bagi pria dan wanita masa kini.

Batik bisa dikreasi menjadi busana yang modis dan kekinian (dokpri)
Batik bisa dikreasi menjadi busana yang modis dan kekinian (dokpri)
Batik indigo diminati oleh negara Jepang dan negara-negara benua Eropa (dokpri)
Batik indigo diminati oleh negara Jepang dan negara-negara benua Eropa (dokpri)
Keberlanjutan Batik Merupakan Tantangan Masa Kini dan Mendatang

Kota Jogjakarta telah diakui sebagai kota batik dunia oleh World Craft Council. Untuk mempertahankan status tersebut maka perlu langkah-langkah untuk melestarikan tradisi ini agar bisa berkelanjutan hingga ke generasi mendatang.  Salah satunya yang telah dilakukan oleh kota tetangganya yang juga berpredikat sebagai kota batik di tingkat nasional, Pekalongan, adalah mendirikan program studi Teknologi Batik di Universitas Pekalongan (Unikal).

Rektor Unikal Suryani menjelaskan prodi ini sudah didirikan sejak tahun 2011 dengan dilatarbelakangi penetapan batik oleh Unesco sebagai salah satu warisan budaya tak benda, dikenalnya Pekalongan sebagai kota batik juga mandat dari DIKTI untuk melestarikan keilmuan batik.

Batik menurut Suryani selain pengetahuannya perlu dilestarikan, juga perlu dikembangkan. Perlu ada riset untuk pengembangan batik, dari budidaya tanaman untuk pewarna, menjadikan pasta, hingga menjadi kain batik, jelasnya.  Tujuan prodi teknologi batik di fakultas batik Unikal di antaranya menghasilkan lulusan yang mampu menciptakan usaha mandiri dalam bidang batik, seperti pengusaha batik, perajin batik, perancang batik, dan pendidik batik.

Meski sudah berdiri sejak tahun 2011, peminta prodi ini relatif masih minim, keluh Suryani. Yang lebih berminat malah mahasiswa asing, lanjutnya.  Mahasiswa dari negara Brunei, Korea, dan Jepang tertarik dengan batik Indonesia. Ada 15 mahasiswa Brunei yang mengikuti kursus pendek intensif selama 1,5 bulan. Ia berharap ke depan semakin banyak generasi muda di daerahnya yang tertarik menekuni filsafat dan teknologi batik.

Pengetahuan batik perlu dilestarikan juga perlu dikembangkan lewat riset dan teknologi (dokpri)
Pengetahuan batik perlu dilestarikan juga perlu dikembangkan lewat riset dan teknologi (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun