Dirinya tertarik menekuni batik dengan pewarnaan alam ini sejak tahun 2006. Saat itu tanaman indigo masih tumbuh liar dan sudah susah dijumpai. Selanjutnya, tanaman ini pun dibudidayakan bersama petani setempat.
Batik dengan pewarna alami ini mudah diterima oleh negara Jepang dan juga negara Eropa yang menggandrungi konsep go green. Selain banyak menggunakan warna indigo, Ketua Yayasan Batik Indonesia ini juga menggunakan pewarna alami lainnya  berbahan kayu. Batik ini kemudian diaplikasikan menjadi beragam busana yang kekinian juga produk batik. Pada acara ini Nita memamerkan koleksi musim panasnya dengan desain beragam yang stylish, cocok bagi pria dan wanita masa kini.
Kota Jogjakarta telah diakui sebagai kota batik dunia oleh World Craft Council. Untuk mempertahankan status tersebut maka perlu langkah-langkah untuk melestarikan tradisi ini agar bisa berkelanjutan hingga ke generasi mendatang. Â Salah satunya yang telah dilakukan oleh kota tetangganya yang juga berpredikat sebagai kota batik di tingkat nasional, Pekalongan, adalah mendirikan program studi Teknologi Batik di Universitas Pekalongan (Unikal).
Rektor Unikal Suryani menjelaskan prodi ini sudah didirikan sejak tahun 2011 dengan dilatarbelakangi penetapan batik oleh Unesco sebagai salah satu warisan budaya tak benda, dikenalnya Pekalongan sebagai kota batik juga mandat dari DIKTI untuk melestarikan keilmuan batik.
Batik menurut Suryani selain pengetahuannya perlu dilestarikan, juga perlu dikembangkan. Perlu ada riset untuk pengembangan batik, dari budidaya tanaman untuk pewarna, menjadikan pasta, hingga menjadi kain batik, jelasnya. Â Tujuan prodi teknologi batik di fakultas batik Unikal di antaranya menghasilkan lulusan yang mampu menciptakan usaha mandiri dalam bidang batik, seperti pengusaha batik, perajin batik, perancang batik, dan pendidik batik.
Meski sudah berdiri sejak tahun 2011, peminta prodi ini relatif masih minim, keluh Suryani. Yang lebih berminat malah mahasiswa asing, lanjutnya. Â Mahasiswa dari negara Brunei, Korea, dan Jepang tertarik dengan batik Indonesia. Ada 15 mahasiswa Brunei yang mengikuti kursus pendek intensif selama 1,5 bulan. Ia berharap ke depan semakin banyak generasi muda di daerahnya yang tertarik menekuni filsafat dan teknologi batik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H