Langit masih biru gelap. Cahaya hanya bersumber dari lampu jalanan yang kekuningan dan lampu di lapak-lapak pedagang yang ada di pasar. Meskipun Subuh baru saja berkumandang, namun pasar  sudah penuh dengan aktivitas dan hilir mudik pedagang dan pembeli.
Pasar pada pagi hari sebelum matahari terbit bagiku memiliki nuansa magis. Lampu kekuningan yang temaram juga membuat nuansa menjadi lebih dramatis.
Dulu aku punya kawan yang hobi ke pasar pagi-pagi. Sekitar setengah jam pasca Subuh atau masih sekitar pukul 04.00 pagi, ia menjemputku di kosan. Subuh di Surabaya memang lebih pagi daripada di Jakarta. Setelah itu kami diam membisu asyik dengan lamunan kami seraya memperhatikan aktivitas di pasar.
Ada yang sibuk menawar membeli sayuran dalam jumlah besar, ada pedagang yang sibuk membersihkan dan memotong ikan, juga ada yang memotong-motong ayam dengan pisaunya yang besar. Kami akhiri acara ke pasar dengan membeli jajan pasar lalu menuju ke Balai Kota untuk olah raga pagi hari.
Terkadang aku menuju pasar pada malam hari. Pada saat itu ada banyak kendaraan tiba di pasar yang mengangkut sayuran, ikan, dan ayam dan kemudian sibuk diambil dan ditata oleh pedagang di lapaknya. Â Bibiku suka sekali berbelanja malam hari karena lebih segar dan lebih terjangkau jika membeli dalam jumlah besar. Ia suka sekali berbelanja dalam jumlah besar untuk seminggu ke depan, terkadang ia juga tak segan dititipi belanja oleh tetangganya. Berbelanja ke pasar bersama bibi bak olah raga karena ia asyik menawar dan semakin lama belanjaan kami akan semakin berat.
Setelah menikah, aku juga masih suka berbelanja ke pasar, meskipun tidak jauh dari rumah juga ada minimarket, toko kelontong dan juga tukang sayur keliling. Jika ke pasar, suami pun siap-siap membawa banyak tentengan ini itu. Membeli beras, telur, tempe, tahu, sayuran, buah, aneka bumbu terkadang juga kue-kue seperti kue basah dan kue kering kiloan, serta tanaman. Pasar di kawasan Cijantung memang cukup lengkap, selain bahan makanan, juga ada pakaian, peralatan memasak, juga penjaja tanaman. Jadi sekali datang bisa membeli aneka rupa.
Setelah merantau ke Jakarta, aku baru tahu jika pasar tradisional atau pasar rakyat di Jakarta itu beragam dan memiliki ciri khas sendiri. Sewaktu di Malang, pasar yang kutahu hanya Pasar Besar yang melayani partai besar,Pasar Comboran dimana menjual barang bekas dan pasar-pasar lainnya di beberapa tempat. Sedangkan di Jakarta ada beberapa pasar terkenal yang tidak hanya menjual bahan pokok. Salah satunya adalah Pasar Sunan Giri yang menjual kain bahan kebaya, payet-payet dan juga memiliki banyak penjual jasa jahit kebaya dengan kualitas tinggi dan tarif bersaing. Saat hendak menikah, aku menjahitkan kebaya untuk gaun akad nikah dan gaun resepsi pernikahan di sini dan hasilnya memuaskan. Rupanya Pasar Sunan Giri yang terletak tak jauh dari Universitas Negeri Jakarta sudah populer sebagai tempat membeli kain dan menjahitkan kebaya.
Nah, bagi mereka yang menyukai dunia fotografi dan ingin berburu kamera, Pasar Baru lah yang menjadi jujugannya. Di sini ada banyak penjual kamera baru maupun bekas, juga ada jasa membersihkan lensa kamera agar tak berjamur. Waktu saya berkunjung ke sana, rupanya selain sentra kamera, juga ada penjual kain dan aneka peralatan salon seperti catokan rambut, alat facial, steam wajah, kursi salon dan kosmetika. Salah satu kawan saya bercerita jika ia berencana membuat salon pribadi di rumahnya dan mencicil peralatannya di Pasar Baru karena lengkap dan harganya miring. Wah seru juga ya punya salon pribadi.
Jika berbicara tentang ikan maka tempat pelelangan ikan di Muara Angke bisa dituju. Dulu setelah jam kantor kami suka ramai-ramai belanja ikan di Muara Angke. Tinggal menyiapkan sandal jepit, melinting celana karena biasanya agak becek dengan adanya rob, dan membawa ember hehehe, kami pun siap berburu ikan dan hasil laut. Wah ada beragam ikan laut yang bisa ditemui di sini dari ikan baronang, kepiting, cumi-cumi, udang galah, aneka ragam kerang, sotong, dan masih banyak lagi. Ikan dan hasil laut itu sebagian kami masak dan santap di pujasera Muara Angke yang melayani jasa memasak ikan hasil belanja, sebagian lainnya kami bawa pulang. Wah dengan Rp 100 ribu bisa belanja banyak ikan dan hasil laut. Kalau untuk kerang hijau memang saya agak was-was karena Teluk Jakarta sudah kotor, tapi untuk jenis ikan dan hasil laut lainnya sepertinya masih aman.
Sedangkan untuk sepeda baik baru maupun bekas juga produk saniter seperti kloset, wastafel dan sebagainya maka bisa berburu di Pasar Rumput. Sementara untuk mainan bisa berbelanja di Pasar Gembrong di Jalan Basuki Rahmat. Untuk Pasar Senen yang terkenal adalah bursa kue Subuhnya yang pastinya bikin ngiler. Sudah beberapa kali saya ke sini, biasanya sekitar pukul 5-6 pagi. Ada banyak kue nikmat dengan harga miring, bikin saya pusing untuk memilihnya. Favorit saya di sini adalah kue tampah yaitu jajan pasar berukuran mungil yang diatur di tampah.
Wah seru bukan keunggulan pasar-pasar rakyat di Jakarta, belum di daerah lain. Biasanya jika berkunjung ke suatu daerah saya suka mampir ke pasar, seperti Pasar Klewer Di Surakarta, Pasar Beringhajo di Yogyakarta, dan Pasar Cinde di  Palembang untuk membeli oleh-oleh atau jajanan khas daerah tersebut. Melihat pasar terapung di Banjarmasin juga merupakan keasyikan tersendiri. Berbelanja buah-buahan dengan pedagang yang menawarkan barangnya dari perahu, kemudian ditutup dengan menyantap Soto Banjar yang lezat di warung terapung.
Namun harus diakui keberadaan pasar rakyatl di Jakarta dan daerah lainnya tergerus oleh kehadiran pusat perbelanjaan modern. Pasar rakyatl terkesan kumuh, becek, kotor, dan semrawut. Memang belum semua pasar telah direvitalisasi oleh pemerintah, sehingga memang benar kenyataannya jika masih ditemui pasar rakyat yang kumuh dan semrawut. Dari sekitar 13 ribu pasar tradisional yang ada di Indonesia, baru sekian persen yang telah berbenah dan direvitalisasi. Terkadang revitalisasinya juga tidak tepat sehingga pedagang di lantai dua dan tiga merasa sepi pengunjung dan kembali menggelar lapak di trotoar.
Menurutku pasar bukan hanya tempat melakukan jual beli bagi warga menengah ke bawah ataupun kalangan tua yang berkunjung untuk romantika semata. Pasar juga memiliki sejarah dan membawa ciri khas dari suatu daerah juga sebagai pusat pemberdayaan masyarakat serta menjual produk lokal daerah tersebut.
Memang sedikit generasi muda yang gemar berbelanja ke pasar rakyat dengan alasan-alasan seperti kurang nyaman dan kurang menarik, tapi jika pasar direvitalisasi sehingga bersih dan memiliki manajemen yang baik, saya yakin pasar akan bisa menarik segmen anak muda dan bahkan bisa menjadi destinasi wisata. Di berbagai negara, pasar tradisional adalah salah satu destinasi yang ramai dikunjungi wisatawan. Sebut saja Pasar Tsukiji di Jepang yang merupakan pasar ikan terbesar di kawasan Asia, Pasar Chatuchak yang selalu masuk dalam program tur wisata di Bangkok dimana turis bisa puas berbelanja aneka suvenir, dan Grand Bazaar Istambul yang menjual beragam benda unik yang dibuat perajin lokal.
Tentang urgensi hari pasar rakyat nasional, saya bisa merasakan bagaimana dulu pasar ramai dan menjadi favorit tempat berbelanja kemudian mulai ditinggalkan. Namun untuk membujuk masyarakat, terutama generasi muda untuk mau dengan sukarela berkunjung ke pasar rakyat tentu perlu kerja sama yang baik dari para pedagangnya, manajemen pasar, pemerintah, dan lembaga lainnya. Tidak cukup sebuah gedung yang bersih untuk sebuah pasar jika sebagian pedagangnya tetap berlaku jorok. Saya melihat ada beberapa pasar yang sudah direvitalisasi dan hanya bersih pada awal-awalnya saja, setelah itu kembali kumuh. Â
Seandainya hari pasar rakyat nasional tersebut benar-benar dicanangkan oleh pemerintah, maka bisa menjadi momentum untuk mengubah pandangan tentang pasar rakyatl yang dulunya hanya sebagai salah satu tempat jual beli menjadi ruang publik yang memiliki sejarah, ciri khas daerah, dan tulang punggung perekonomian daerah.
Saya merasa salut dengan komitmen dan konsistensi Yayasan Danamon Peduli yang dalam memberdayakan dan mempromosikan pasar rakyat. Dengan menggelontorkan ratusan juta pertahunnya selama sekitar satu dekade ini, Yayasan Danamon Peduli berupaya memperbaiki pasar rakyat agar menjadi Pasar Sejahtera, yakni pasar yang sehat, hijau, bersih, dan terawat. Agar pasar bersih maka sarana MCK dan sanitasinya diperbaiki, disediakan papan informasi, tempatnya bersih dan dicat menarik, serta pedagangnya dibina untuk berperilaku cinta kebersihan. Hingga saat ini pasar percontohan Pasar Sejahtera di antaranya Pasar Grogolan di Pekalongan, Pasar Baru di Probolinggo, Pasar Lambocca Bantaeng di Sulawesi Selatan  dan pasar Ibuh di Payakumbuh
Setelah pasar rakyat berubah menjadi Pasar Sejahtera tentu perlu promosi yang baik juga pengenalan pasar ke generasi muda dan anak-anak. Selain menggelar Festival Pasar Rakyat juga diadakan gelaran edukasi seperti Generasi Muda Goes to Pasar, dengan mengadakan aneka lomba untuk anak-anak dan pelajar sehingga mereka mengenal pasar dan kehidupan warna-warni di dalamnya.
Jika pasar rakyat eksis dan tumbuh, maka perekonomian daerah tersebut juga akan tumbuh. Para perajin, UMKM dan masyarakart daerah tersebut juga akan tumbuh dengan menjual produk dan hasil buminya di pasar.
Hemm jadi pengin ke pasar besok pagi nih, berbelanja aneka bumbu, sayuran, ikan asin dan membeli aneka bunga di pot.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H