Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dari Pastel Labu Hingga Sup Kerang

22 September 2016   12:44 Diperbarui: 22 September 2016   20:20 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah buku bisa menjadi begitu menarik berkat kisah-kisah makanan di dalamnya. Laura Ingalls Wilder dalam Little House on The Prairie sangat piawai mendeskripsikan makanan dalam kisah biografinya sehingga membuat ceritanya makin hidup dan menarik. Oleh karena Laura bukan dari kalangan berada maka makanannya pun kebanyakan sederhana.

Ayah Laura, Charles Ingalls, tidak memiliki pekerjaan tetap. Ia sebenarnya lebih suka bertani dan berburu, namun seringkali panen mereka tidak seperti yang diharapkan sehingga ia mencari pekerjaan di kota. Ia tidak gengsian bahkan ia pernah berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk mencari pekerjaan dengan alas kakinya yang sudah tipis.

Untuk asupan daging, keluarga Laura lebih banyak mendapatkannya dari hewan buruan. Ada daging rusa, daging kelinci, daging beruang, angsa, hingga daging burung hitam. Si Laura sendiri bilang waktu kecil ia paling suka daging beruang.

Daging kelinci biasanya dipotong kecil-kecil dan dimasak seperti sop. Sedangkan daging rusa sebagian diawetkan dan diasap. Dagingnya kadang dipanggang, kadang hanya direbus dan disantap dengan kaldunya bersama roti.

Untuk angsa, bulu burung ini dikumpulkan untuk dibuat menjadi isian bantal atau juga bisa menjadi sebuah jaket bulu yang indah. Tapi jangan menganggap mereka kejam karena mereka hanya menyantap angsa karena terpaksa untuk dimakan.

Nah yang terakhir adalah burung hitam. Ada sebuah kisah dimana panen gandum Laura gagal total karena serangan burung hitam. Tanaman yang siap panen itu ludes digasak sepasukan burung hitam. Karena kuatir tidak ada makanan bagi keluarganya, ayahnya pun menembaki burung tersebut dan selama berhari-hari mereka menyantap burung hitam. Oleh Ma, ibu Laura, dibuatlah pastel burung hitam sebagai makanan selingan.

Pastel itu puji Laura rasanya lezat dan lembut seperti pastel ayam. Dan mereka masih bersyukur setidaknya masih ada yang bisa disantap karena mereka bakal tidak punya uang berhari-hari ke depan karena harapan dari panen gandum telah musnah.

Ya, keluarga Laura tidak banyak mengeluh. Ketika panen gagal karena cuaca tiba-tiba dingin sehingga seluruh tanaman harus segera dicabuti agar tidak rusak maka Ma berkreasi dengan memasak labu (atau waluh) yang masih muda menjadi pastel. Labu itu dipotong tipis lalu diberi cuka dan gula laku dimasukkan ke lapisan pastel yang saya bayangkan seperti pai. Ketika matang rasanya seperti pastel apel yang manis asam.

Ma atau Caroline mungkin ingat dengan kejadian masa kecilnya dimana keluarganya juga pernah mengalami gagal panen. Mereka mencabuti tanaman di hawa dingin malam hari untuk menyelamatkan sayuran yang kiranya masih bisa dimakan. Lantas sayuran itu pun segera diawetkan dengan cara dibuat acar dan rebusan. Hampir setiap hari makanan mereka hanya berupa sayuran berkuah dan acar hingga mereka kurus. Tapi untunglah kemudian ada dua Indian baik hati yang membagi hasil buruan mereka karena almarhum ayahnya pernah teman berburu mereka.

Suatu ketika Laura mengalami musim dingin yang sangat panjang. Penduduk kota sudah kelaparan. Persediaan tepung gandum ludes, lalu tinggallah bijih gandum, itupun hanya terbatas. Lalu mereka menggunakan penggilingan kopi untuk menggiling bijih gandum itu dan dibuat roti kasar.

Kata Laura rasanya mirip kacang dan aslinya ia sangat bosan menyantap roti dari gandum kasar dan tak sabar menunggu kereta api datang membawa persediaan makanan untuk kota tersebut. Namun kereta yang ditunggu itu tak datang jua sehingga penduduk kota nyaris kelaparan. Almanzo Wilder yang kemudian menjadi suami Laura bersama Cap kemudian nekat pergi mencari bahan makanan untuk penduduk kotanya.

Meskipun banyak hal-hal suram terjadi di kehidupannya, Laura juga pernah mengalami hal-hal menggembirakan. Ia sangat suka limun jeruk dan buah jeruk. Baginya jeruk itu nikmat dan hanya tersedia saat jamuan yang diadakan si kaya.

Ia juga suka menyantap sup kerang dengan biskuit tiram. Biskuit renyah dan kacang panggang ibunya juga disukai dan biasanya banyak mendapat pujian dari tamu yang datang. Sedangkan dari tetangganya, ia berkenalan dengan jagung berondong. Jagung yang meletup-letup di dalam panci bermentega kemudian menjadi bongkahan seperti awan yang renyah dan gurih dengan taburan garam.

Ia juga pernah datang ke pesta gula mapel yang diadakan neneknya waktu masih tinggal di rimba besar. Gula mapel itu disantap dengan bubur juga dibuat permen. Untuk membuat gula-gula maka cukup dengan menaruh salju bersih lalu dibuatlah aneka bentuk dengan dari sirup mapel maka setelah beberapa saat sirup itu akan membeku menjadi semacam gula-gula.

Wah asli saya jadi lapar membaca buku-buku milik Laura Ingalls Wilder. Kalau di Indonesia, penulis yang gemar memasukkan makanan dalam fiksi atau kolomnya adalah Umar Kayam lewat tokoh Pak Agengnya yang doyan makan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun