Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Rose RTC] Kopi Alpukat

17 September 2016   23:27 Diperbarui: 18 September 2016   00:29 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi alpukat ( gambar shutterstock.com)

Bulan September identik musim penghujan. Aku merogoh tasku mencari payung. Astaga, aku lupa membawa payung.

Aku merasa menyesal. Lalu segera menengok ke kanan kiri mencari tempat yang kiranya pas untuk berteduh. Hujan baru gerimis tapi aku tidak ingin sakit. Halte bus sudah penuh, lalu mataku tertumbuk pada sebuah kedai mungil. Hemmm...tidak ada salahnya menunggu sambil menyesap kopi.

Musik mengalun lembut seolah menyapaku yang bergegas masuk dan setengah membanting pintu. Karyawan yang mengenakan seragam kemeja cokelat itu alisnya nampak terangkat, agak terkejut dengan kehadiranku. Wajahku memanas dan tersenyum tersipu-sipu. Ia lalu mengambil menu dan mengarahkanku ke sebuah meja di pojok. Meja yang menurutnya terbaik.

Hah meja terbaik apa aku tidak salah? Kafe ini mungil dan jumlah mejanya bisa dihitung dengan jari. Ya interior berupa perabot kayu yang unfinished itu seakan natural dan ada dinding air juga pot-pot hijau yang membuat ruangan terasa sejuk dan natural.

Aku melihat pemandangan dari balik kaca. Oooh...ya pemandangan di depanku bisa disebut memanjakan mata. Seolah surga kecil di balik semrawutnya lalu lintas Jakarta saat hujan. Ada sebuah kolam kecil yang ditata menarik seperti aliran air terjun yang mengarah ke sungai. Juga di dalamnya ada bunga teratai.

Ehem...seseorang berpura-pura terbatuk untuk menarik perhatianku. Aku agak terkejut melihat pria yang tadi menyambutku sudah ada di depanku. Ia bertanya apakah aku sudah menentukan pesanan. Aku malu malah asyik melamun, jangan-jangan ia mengiraku hanya numpang berteduh. Aku membaca daftar menu. Nama kopinya tidak banyak yang kukenal.

"Jika Nona belum menentukan pilihan, maukah mencicipi menu terbaru kami, Avocado Coffee?" ia menawarkan menu kopi yang belum pernah kucicipi.

Kopi + Alpukat ???
Sebelum otakku dapat memperkirakan rasa gabungan kopi dan alpukat, sebuah cangkir yang beraroma memikat telah disodorkan ke meja. Hah aku kan belum memutuskan, mataku menyampaikan protesku.

Karyawan itu tersenyum dan berkata jika tidak enak, Nona tidak perlu membayar.

Kudekatkan cangkir kopi itu ke hidungku. Wangi kopi yang sedap. Aku tergoda.

Aku menghirup kopiku. Ada rasa alpukat samar-samar juga ada sedikit aroma kokoa. Asli...minuman ini nikmat.

Aku mengenggam cangkirku rapat-rapat. Rasanya begitu nyaman, memandang hujan yang semakin deras dan kemudian menyesap kopi. Waktu rasanya ingin kuhentikan.

Entah sudah berapa lama aku asyik berangan-angan. Tahu-tahu cangkirku sudah kosong. Lalu pandanganku tertumbuk pada mata karyawan tersebut. Ia tersenyum tapi aku merasa senyum itu meledek, senyum kemenangan. Aku merasa kesal.

Eh dia menghampiriku. "Ada yang mau dipesan lagi? Hujan sepertinya bakal lama berhenti."

Rupanya karyawan itu bisa membaca pikiranku. "Sedang ada promo dari bank Masala. Promonya 50% kalau pembelian di atas Rp 100 ribu".

Ah dia menang 2:0. Ia lagi-lagi memberikan usulan makanan tanpa kuminta. Ia memberitahukan saat ini ada bubur Tinutuan yang pasti enak dilahap saat hujan begini. Juga ada teh apel kayu manis hangat yang membuat moodku membaik.

Buburnya membuatku hangat. Teh apel aroma kayu manis membuat aku tersenyum.

Sudah jam delapan lewat. Hujan sudah berhenti. Ketika aku menanyakan jumlah yang harus kubayar, aku terkejut karena tidak sampai Rp 50 ribu.

Lalu untuk membalas terima kasih karena hidangan yang enak, aku titip salam ke si koki. Kali ini wajahnya memerah. "Kokinya itu aku". Kedai dan karyawan yang aneh.

Hujan terus membayangi September. Tapi tak apa-apa aku jadi punya alasan mampir ke kedai kopi itu. Aku jatuh cinta dengan kopi alpukatnya. Dan diam-diam ada perasaan seolah aku ingin bertemu dengan karyawan yang senyumnya menyebalkan itu.

Ia selalu memberikan menu yang berbeda ketika aku singgah tapi tetap dengan kopi alpukat.

Hari itu penghujung akhir September. Aku gajian. Ingin kusenangkan hatiku dengan menyantap sesuatu yang nikmat.

Ia langsung menghidangkan kopi harum itu kepadaku. Lantas ia menyajikan berbagai makanan. Hah banyak banget, aku memprotes. Gajiku bisa ludes malam ini.

Setelah menghidangkan makanan dan minuman yang memenuhi meja. Ia lantas duduk di hadapanku. Eh sejak kapan si pelayan, si koki dan juga si petugas kasir ini menjadi teman kencanku. Dia seolah membaca kebingunganku dan berkata dengan ceria ia yang menaktirku.

Saat itu hanya ada kami berdua. Aku menyukai masakan dan minumannya. Bahkan aku tidak peduli ia dulu kuanggap menyebalkan. Kurasa aku mulai menyukainya, tapi entah mana yang lebih kusuka, kopinya atau dirinya.

Rosa, ada sesuatu yang ingin kuberitahukan, ujarnya. Aku merasa tegang. "Kedai ini akan menghilang bulan depan. Tapi bakal muncul lagi September mendatang,"
"Apa maksudmu?"
"Aku menyukaimu, Rosa. Kembalilah ke sini September mendatang. Setelah itu jika Kau ingin, Kau bisa ikut denganku berkeliling dengan kedai ajaib ini."
Aku kesulitan mencerna kata-katanya. Ah dia karyawan yang aneh tapi dia menyukaiku. Aku ingin juga berkata aku menyukai kopinya, eh dirinya.

Esok harinya aku baru memahami maksudnya. Kedai itu lenyap. Ya, lenyap tak berbekas seolah sebelumnya memang tak pernah ada. Astaga, apakah aku diculik makhluk gaib? Tapi dua orang yang kutemui di halte berkata mereka memang melihat kedai itu hanya ada saat September. Jadi aku tidak bermimpi. Ah aku rindu kopi alpukat itu dan aku sangat rindu pada Angga, pemilik kedai ajaib itu. Jadi aku harus menunggu September lagi untuk bisa berjumpa dirinya.

***
Nb: karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Romansa September RTC

Logo rtc
Logo rtc

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun