Aku mengenggam cangkirku rapat-rapat. Rasanya begitu nyaman, memandang hujan yang semakin deras dan kemudian menyesap kopi. Waktu rasanya ingin kuhentikan.
Entah sudah berapa lama aku asyik berangan-angan. Tahu-tahu cangkirku sudah kosong. Lalu pandanganku tertumbuk pada mata karyawan tersebut. Ia tersenyum tapi aku merasa senyum itu meledek, senyum kemenangan. Aku merasa kesal.
Eh dia menghampiriku. "Ada yang mau dipesan lagi? Hujan sepertinya bakal lama berhenti."
Rupanya karyawan itu bisa membaca pikiranku. "Sedang ada promo dari bank Masala. Promonya 50% kalau pembelian di atas Rp 100 ribu".
Ah dia menang 2:0. Ia lagi-lagi memberikan usulan makanan tanpa kuminta. Ia memberitahukan saat ini ada bubur Tinutuan yang pasti enak dilahap saat hujan begini. Juga ada teh apel kayu manis hangat yang membuat moodku membaik.
Buburnya membuatku hangat. Teh apel aroma kayu manis membuat aku tersenyum.
Sudah jam delapan lewat. Hujan sudah berhenti. Ketika aku menanyakan jumlah yang harus kubayar, aku terkejut karena tidak sampai Rp 50 ribu.
Lalu untuk membalas terima kasih karena hidangan yang enak, aku titip salam ke si koki. Kali ini wajahnya memerah. "Kokinya itu aku". Kedai dan karyawan yang aneh.
Hujan terus membayangi September. Tapi tak apa-apa aku jadi punya alasan mampir ke kedai kopi itu. Aku jatuh cinta dengan kopi alpukatnya. Dan diam-diam ada perasaan seolah aku ingin bertemu dengan karyawan yang senyumnya menyebalkan itu.
Ia selalu memberikan menu yang berbeda ketika aku singgah tapi tetap dengan kopi alpukat.
Hari itu penghujung akhir September. Aku gajian. Ingin kusenangkan hatiku dengan menyantap sesuatu yang nikmat.